Kalau kita pernah mendengar kalimat, ”Allah
Mahakuasa, Maha penyayang, lagi Maha penyabar”, mungkin kita kurang memahaminya
jika belum sungguh mengalaminya di dalam hidup nyata. Boleh jadi itu hanya
sekedar ucapan. Atau terkadang kita bertanya,”di mana kemahakuasaanNya?”. Kasih sayangNya seperti masih hanya dalam
angan-angan. Sungguhkah Dia penyabar? Pertanyaan itu tidak salah. Bagi saya
pertanyaan itu merupakan proses menuju iman yang semakin mendalam.
Nah….sekarang saya ingin bercerita
mengapa saya berani mengatakan bahwa Allah itu memiliki kesabaran luar biasa.
Saya berasal dari keluarga broken. Lalu, saya dibesarkan oleh nenek (ibu dari
ayah). Kami hidup jauh dari berkecukupan. Miskin…termiskin diantara yang miskin
yang ada di kampung kami. Selain itu, nenekku bukan orang yang berpendidikan
yang mampu mendidik saya menjadi anak yang memiliki karakter yang baik. Dia
mendidik saya berdasarkan pengalaman hidupnya. Dia akan berkata”Jangan begini,
jangan begitu, nanti kamu jadi begini dan begitu.” Terkadang nasihat yang
demikian itu, saya anggap angin berlalu. Selain itu, saya banyak belajar dari
lingkungan sekitar. Jadi baik buruknya saya sekarang menunjukkan situasi
masyarakat tempat saya tumbuh. Tentunya banyak baiknya hehehe…
Satu hal yang wajib saya lakukan setiap
hari yaitu bekerja di ladang. Entah itu bekerja serius atau lebih lama berada
di atas pohon jambu itu tidak masalah buat nenek saya. Hal yang penting
untuknya adalah aku datang ke ladang. Melihat cucunya datang, mungkin sudah
suatu kebahagiaan untuk dia. Awalnya, dia tidak terlalu menuntut untuk bekerja,
tapi dia akan merasa tenang kalau saya sudah ada di sana. Saya pernah melihat
dia begitu khawatir saat saya menghilangkan diri. Dia takut kalau saya akan
diculik oleh keluarga ibuku. Sekarang saya melihat pemikiran itu tidak logis
sih…tapi sudahlah… itu karena dia mencintaiku.
Saya menjalani hidup dengan susah payah
sampai saya menyelesaikan sekolah menengah atas. Tetapi itu pilihanku. Sebelum
masuk sekolah menengah, saya diberi kebebasan oleh nenek saya untuk lanjut atau
berhenti. Itu pilihan yang cukup menyedihkan karena konsekuensinya jelas. Jika
berani lanjut maka cari biaya sekolah sendiri. Walaupun pilihan ini sangat
wajar. Ini pertanda bahwa nenek saya mengenal kemampuannya. Lalu, saya memilih
nekat. Seolah-olah saya yakin bahwa Tuhan takkan membiarkan saya sendirian.
Mengapa pakai kata”seolah-olah”? Saat
itu, saya bukan anak yang tumbuh dalam kehidupan rohani yang memadai. Saya
pergi ke gereja. Tetapi di rumah, saya tidak biasa berdoa. Saya akan berdoa
serius kalau ada permohonan mendesak. Jadi, Tuhan itu masih antara ada dan
tiada. Dengan modal iman sedemikian, saya pernah punya niat menjadi seorang
suster. Cita-cita yang timbul tenggelam. Awalnya tumbuh saat masih sekitar usia
5 tahun, hari itu pertama kali saya melihat suster dan nenek saya
bertanya”Apakah kamu mau menjadi suster?” Saya menjawab dengan mantap, “Ya saya
mau.” Walaupun awalnya nampaknya nenek saya senang, tetapi suatu ketika dia
mengatakan” Tapi aku nggak akan bisa melihat cucu darimu.” Rasanya lucu, karena
dia kurang rela juga. Dia pengen juga melihat anak saya.
Kemudian saat saya berada di SMP,
cita-cita itu tenggelam entah karena apa. Pengalaman tak terlupakan ketika saya
kelas 2. Guru saya bertanya,”Siapa nanti yang mau menjadi suster?” Teman-teman
saya yang perempuan dengan ragu-ragu mengangkat tangan. Tetapi saya diam saja.
Hal itu membuat guru saya kesal. Dia memandang saya dengan tatapan curiga dan
bertanya,”Maria…kamu sudah punya pacar?”. Saya dengan perasaan tertekan hanya
menjawab dengan gelengan kepala. Tetapi cita-cita itu muncul lagi dengan kuat
ketika saya kelas 3 SMA. Akhirnya, saya memilih menjadi suster. Saya datang ke
biara SFD yang ada di Kabanjahe. Saya diterima dengan baik.
Langkah inilah yang membuatku sadar
bahwa ada banyak masalah di dalam diriku (Soalnya, saya merasa hidup normal
saja kok saat bersama nenekku). Mulai ada keraguan di dalam diriku. Apakah aku
sungguh akan melanjutkan pilihan ini? Dalam keraguan inilah sabda Tuhan,“Bukan
kamu yang memilih Aku tetapi Akulah yang memilih kamu.” berbicara bagiku.
Kenekatan yang pernah kulakukan saat melanjutkan sekolah terulang di sini. Saya
nekat untuk terus melangkah.
Namun yang menjadi masalah sekarang
bukan hanya karena saya harus berjuang membongkar satu persatu luka-lukaku.
Tetapi kita perlu ingat bahwa saya tidak dipanggil sendirian. Ada teman-teman
seangkatan. Ada suster pendamping. Saya sudah biasa hidup bebas mengatur hidup.
Saya tidak suka dengan segala aturan. Hal ini tentu menjadi masalah untuk
orang-orang yang ada di sekitarku. Banyak luka, ternyata juga membuat orang
mudah merasa terlukai (itulah yang saya alami). Tetapi yang luar biasa adalah
kesabaran mereka. Mereka sabar mengingatkan, menegur, mengingatkan lagi, lagi dan
lagi….. Banyak kesalahan yang saya lakukan tetapi saya selalu dimaafkan.
Adakalanya, saya tidak mampu bersabar
dengan diriku sendiri. Saya ingin segera menjadi baik. Tetapi, kenyataannya
saya belum baik. Saya lemah, jatuh dan jatuh lagi. Ini menyakitkan untuk saya
dan saya tahu hal yang sama juga dirasakan oleh orang-orang yang ada di
sekitarku. Namun, sekali lagi saya akan memuji kesabaran mereka. Mereka selalu
memaklumi. Mereka memberikan kesempatan lagi untuk memperbaiki diri.
Sampai suatu hari saat memandang Yesus
yang memanggul salib, saya mengatakan,”Saya yang membuat Engkau terluka. Engkau
terluka untuk menyembuhkan luka-lukaku. Saya sudah banyak membuat orang lain
terluka. Maafkan saya Yesusku, sungguh saya menyesal.” Tetapi, saya menemukan
betapa Dia luar biasa. Dia tidak marah. Dia menatapku dengan senyuman penuh
cinta. Senyuman yang menusuk hatiku. Saya tahu bahwa Dia terjatuh karena saya
sering jatuh ke dalam dosa yang sama. Saya tidak kuat bertahan dalam niat baik.
Saya menangis….sedih menyadari kelemahanku. Sakit saat kutahu bahwa aku melukai
Dia yang mencintaiku.
Untuk sampai pada kesadaran ini saya
butuh waktu 14 tahun. Saya didampingi untuk berproses mengolah perasaan (sakit,
senang, terpesona, tergoda, tersinggung, dan perasaan lain). Kesabaran Allah
yang luar biasa itu nyata pada diri teman sekomunitas, teman di karya, teman di
tempat-tempat perutusan. Oleh karena itulah, saya akhirnya mengatakan kepada
diriku, “Mereka sabar luar biasa, saya juga mau bersabar dengan diriku”. Kesabaran
ini memang bukan menyelesaikan masalah tetapi tidak memperburuk suasana yang
sudah buruk. Hal sederhana, saya sedang malas menelepon orang yang pernah
mengabaikanku. Saya mengatakan pada diriku, “Tidak perlu merasa bersalah,
proses sedang berjalan. Tidak rindu bukan dosa. Biarkan saja mengalir seperti
sungai. Kita sabar….menunggu hati terbuka”.
Sekarang, saya
sudah berani dengan mantap mengatakan,”Saya tidak sendirian. Tuhanku pasti
membantuku mengatasi persoalan ini. Dia selalu punya cara”. Saya percaya bahwa
Allahku takkan tinggal diam. Dia selalu menginginkan saya tumbuh bahagia. Untuk
itu, Dia juga pasti punya rancangan yang indah yang saya belum mampu
memikirkannya. I believe to You, My God. (Sr. Maria Lydianes Sembiring SFD,
student PGSD Sanata Dharma)
Video
/fa-clock-o/ TRENDING$type=list
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
Pembaharuan Kaul Inti hidup membiara atau hidup berkaul adalah kita ingin menyerahkan diri penuh kepada Tuhan yang telah memanggi...
-
Sejarah Lahirnya SFD di Dongen Kongregasi Suster-Suster Fransiskanes Dongen mulai terbentuk akibat Revolusi Perancis pada tahun 1789...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...
RECENT WITH THUMBS$type=blogging$m=0$cate=0$sn=0$rm=0$c=4$va=0
RECENT$type=list-tab$date=0$au=0$c=5
REPLIES$type=list-tab$com=0$c=4$src=recent-comments
RANDOM$type=list-tab$date=0$au=0$c=5$src=random-posts
/fa-fire/ YEAR POPULAR$type=one
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...
COMMENTS