Bertobat berarti menyesal atas
dosa-dosa dan berniat untuk memperbaiki
perbuatan dan sikap serta kembali kepada jalan yang benar.
Dalam
Petuah St. Fransiskus ke X mengatakan
hal ini. ”Banyak orang cenderung untuk mempersalahkan setan atau sesama kalau
mereka jatuh dalam dosa atau mengalami kelaliman”
Kutipan
ini mau mengatakan bahwa biasanya kita mempersalahkan orang lain kalau kita
jatuh dalam dosa atau sedang dalam
percekcokan, kita sulit menemukan bahwa kita juga salah dalam peristiwa
tersebut. Seperti yang kita tahu bahwa kita masing-masing memiliki musuh, dan itu
bukanlah setan. Musuh yang dimaksud di sini adalah badan, daging kita sendiri. Daging adalah diri manusia
sendiri, yang terarah kepada diri kita sendiri, yang berpusatkan pada ego kita,
dan ingin melepaskan diri dari Allah. Disaat kita ingin hidup menurut daging,
disitulah iblis masuk merampas hidup
kita dari Allah.
Berhadapan
dengan situasi itu, dengan hati yang bebas kita hendaknya terbuka pada Roh
Allah melakukan pertobatan secara terus dan terus karena kita ini manusia yang
lemah, lemah berhadapan dengan dosa dan selalu jatuh dalam dosa yang sama.
Dengan hati yang murni dan rendah hati sujud dihadapat Allah memohon berkat dan
pengampunan dari-Nya.
Saudari
yang terkasih, Pertobatan itu merupakan karunia Tuhan yang mengagumkan, maka
perlu dimohonkan dengan tidak jemu-jemu karunia tersebut agar disadarkan bahwa
kita perlu bertobat tiada putus-putusnya. Disaat kita mampu melakukan
pertobatan disitu penghayatan kedinaan kita terwujud, karena kita mampu
melepaskan apa yang kita sukai dan menerima apa yang tidak kita sukai.
Dalam hidup ini kadang kita seperti Anak bungsu
– yang kejam meminta warisan selayaknya menganggap bapanya telah meninggal,
menghamburkannya, dan kembali kepada bapanya bukan karena menyadari akan kasih bapanya
melainkan karena urusan “perut”…
Anak sulung
– yang tidak menerima adiknya sebagai saudara (tidak mau ikut pesta), iri
karena kasih yang diterima bapanya kepada adiknya, yang merasa diri selalu taat
akan perintah bapa dengan harapan imbalan
Dan
Persepsi kita kepada Tuhan kadang keliru seperti anak bungsu dan sulung
Si bungsu
: menganggap bahwa bapanya tidak akan menerimanya lagi karena perilaku
buruknya.
Si sulung
: menganggap bapanya tidak adil. Ia hanya memandang diri sebagai budak dari
ayahnya hanya karena ayahnya tak pernah melakukan sesuatu yang istimewa baginya
Bagi
kita jika kita si bungsu (orang yang berdosa) : kisah ini mengingatkan kembali
bahwa Allah itu penuh kasih, yang mau mengampuni kita bahkan ketika kata maaf
dan sesal masih ada di dalam hati – belum terungkapkan lewat permohonan.
Jika
kita si sulung (orang yang selama ini merasa dirinya saleh dan dekat dengan
Bapa: kisah ini mengingatkan kita bahwa Bapa tidak pernah sekalipun menganggap
kita hanya sebagai budak saja. Seharusnya kita bersukacita ketika ada saudara
kita yang bertobat dan kembali ke pangkuan Bapa. Sebagai anak Bapa, kita ikut
serta dalam kasih dan sukacita Bapa,
dengan mengasihi saudara kita khususnya yang berdosa, dan bukan memandang
jijik. Kita – si sulung – senantiasa memiliki relasi erat dengan dgn bapa.
Namun, seseorang yang relasinya dekat dengan bapa, tak selayaknya menyimpan
rasa iri, dengki dan tak memiliki hati yang penuh kasih, melainkan harusnya
meniru perilaku bapa yang maha pengampun dan ikut bersukacita atas kebahagiaan
bapa kita. SIkap si sulung ini banyak ditemui bahkan diantara kita, dalam
komunitas kita.
Bapa mengasihi kita bukan karena jasa-jasa kita (jasa-jasa kita tak kan pernah cukup untuk membalas kasih Bapa). Bapa mengasihi kita menurut kebutuhan kita.
Pertobatan
membawa kita kepada keselamatan, karena Allah yang Maharahim akan melepaskan
manusia dari belenggu dosa-dosanya itu. Allah senantiasa menunggu setiap
anaknya untuk bertobat dan kembali ke rumahnya.
Keselamatan
:Tidak hanya ditentukan oleh ketaatan pada peraturan saja. Keselamatan
ditentukan juga dari bagaimana kita bersikap dengan sesama kita. Keselamatan
bukan hanya urusan pribadi dengan Allah, tapi juga menyangkut hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sesamanya.
Saudari-saudari yang terkasih, Tema rekoleksi kita
bulan ini adalah: Para Suster SFD menghayati kedinaan dengan pertobatan Injili secara terus- menerus.
Kedinaan
yang macam mana yang dimaksud oleh kongregasi disini??
Melalui
renungan sore ini, AD akan menguraikan kedinaan yang lebih spesifik. Yaitu
sikap rendah hati untuk menyadari bahwa jika kita sudah memilih jalan hidup
sebagai orang terpanggil dalam keluarga Fransiskan, yang pertama yang dilakukan
adalah memulai hidup pertobatan, menyadari bahwa kita semua harus menjalankan
pertobatan
Sama
seperti Bp kita St. Fransiskus, ketika dia memulai hidup sebagai Rohaniwan,
pertama-tama yang dilakukan adalah memilih untuk bertobat. Meninggalkan apa yang dulu manis
baginya dan berbalik pada Bapa. Bagaimana
ia berubah dalam batin lewat sakit badani yang dialaminya dan bagaimana ia
berbicara dengan kiasan tentang harta yang diketemukan dan tentang mempelai. Ia
berusaha menyelaraskan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, dia menyepi ketaman
yg sepi dan gua-gua gelap, ia mengundurkan diri sejenak dari kesibukan duniawi
dan dagang; dan ia berusaha keras untuk meresapkan Yesus Kristus dalam hatinya.
Kemudian Bagaimana ia menjual segala-galanya dan menghinakan uang yang
diperolehnya sebagai tindakan nyata pertobatannya.
Pada masa prapaskah ini, kita diberi kesempatan
selama 1 bulan untuk retret agung, diberi waktu untuk masuk pada diri sendiri
dan berkomunikasi dengan aku dan Tuhan, sehingga semakin mengenal diri kita
sendiri dan melalui kesempatan tersebut tentu kita banyak menimpa kekuatan
Rohani yang mungkin selama ini sudah mulai luntur
Dalam AD ordo ketiga regular, Fransiskus menghimbau
kepada kita hendaknya kita mengenakan pakaian kesederhanaan dan hidup
bersahaja. Hidup dalam kesederhanaan bukan berarti tidak memakai pakaian, dan
fasilitas lain yang baik. Sesungguhnya, kesederhanaan dimulai dari sikap hati,
yaitu sikap hati tidak mencari hormat atau penilaian manusia. Orang yang
memiliki sikap hati yang sederhana tidak pernah merasa dirinya berharga dengan
fasilitas yang menempel di tubuhnya. Walaupun banyak talenta, kebolehan yg
dimiliki, tetapi tidak merasa bahwa hal itu merupakan nilai lebih dalam hidup
ini. Mengapa bisa demikian? Sebab kita tidak mencari dan mengharapkan hormat
dari manusia, tetapi dari Allah.
Rendah hati dan lemah lembut adalah jiwa atau nafas
dari spirit kesederhanaan. Tanpa kerendahan hati dan kelemahlembutan seperti
yang dikenakan oleh Tuhan Yesus, seseorang tidak akan memiliki kesederhanaan
yang diinginkanoleh Bapa. Kalau kita meneropong kehidupan Tuhan Yesus, Ia
adalah Pribadi yang tidak memiliki keinginan kecuali “melakukan kehendak Bapa
dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”. Disinilah letak kedinaan Yesus Kristus, mau
merendah menjadi manusia demi pekerjaan Allah. Dan melalui itu juga kembali kita diingatkan akan kedinaan
kita, untuk apa kita menjadi seorang suster, yaitu untuk melakukan kehendak
Bapa dan menyelesaikan pekerjaaj-Nya. (Gio- Yogyakarta)
Video
/fa-clock-o/ TRENDING$type=list
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
Pembaharuan Kaul Inti hidup membiara atau hidup berkaul adalah kita ingin menyerahkan diri penuh kepada Tuhan yang telah memanggi...
-
Sejarah Lahirnya SFD di Dongen Kongregasi Suster-Suster Fransiskanes Dongen mulai terbentuk akibat Revolusi Perancis pada tahun 1789...
-
Sr. Laurensia Girsang SFD Merdunya kicauan burung-burung yang hinggap di pepohonan nan rindang diantara taman biara menyambut kehadiran sang...
RECENT WITH THUMBS$type=blogging$m=0$cate=0$sn=0$rm=0$c=4$va=0
RECENT$type=list-tab$date=0$au=0$c=5
REPLIES$type=list-tab$com=0$c=4$src=recent-comments
RANDOM$type=list-tab$date=0$au=0$c=5$src=random-posts
/fa-fire/ YEAR POPULAR$type=one
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...