Sejarah Lahirnya SFD di Dongen
Kongregasi Suster-Suster Fransiskanes Dongen mulai terbentuk akibat Revolusi Perancis pada tahun 1789. Sejak pecahnya Revolusi Perancis, Gereja dan hidup religius mengalami kekacauan. Kongregasi Religius dibubarkan, semua religius secara paksa diusir ke luar dari biara mereka. Pada tanggal 8 Nopember 1796 pukul 11.00 para Suster Peniten Rekolek diusir dari biara mereka di Leuven. Semua harta benda disita. Mereka menyaksikan sendiri mebel mereka dijual oleh pemerintah.
Mdr Yohanna Yesus |
Pada tanggal 29 Nopember 1796 "Suster-Suster Putih" (Suster-suster Agustines) diusir lagi dari biara mereka. Dalam situasi keterpecahan (porak-poranda), Roh Pemersatu tetap berbicara dalam lubuk hati Muder Konstansia van der Linden, Sr. Coletta Coopmans, Sr. Agustine Janssens dan Sr. Francoise Timmermants. Kerinduan yang besar untuk tetap hidup di dalam persekutuan religius mendorong keempat suster itu untuk bersatu. Maka Sr. Francoise dan Sr. Agustine dari Kongregasi Agustines membina hubungan baik dengan Sr. Konstantia dan Sr. Coletta Coopmans dari Peniten Rekolek. Mereka sering bertemu di rumah keluarga Timmermants. Dalam pembicaraan-pembicaraan Sr. Agustine Janssens mengutarakan ide-ide. Dan dalam proses ini Sr. Agustine menjadi pendorong paling kuat. Keempat suster sering berkumpul untuk mencari kesempatan guna meneruskan hidup membiara di luar negeri.
Muder Konstansia menjadi penggerak utama dalam usaha ini; Bagaimanapun juga. .....hidup Religius harus diteruskan. Bila tidak mungkin di Belgia, di Belanda saja. Pastor Antonius van Gills, OFM dari Tilburg dan Pater Kapusin, Linus van Oederode, Gardian di Leuven mempunyai peran besar bagi mulainya kembali Reformasi Limburg di Belanda.
Muder Konstansia sudah sampai di Belanda pada tahun 1798, sementara itu dia tinggal di Pastoran Bokhoven sebagai pembantu rumah. Tidak lama kemudian Ny. Olifers de Bruyn saudara kandung Pastor de Bruyn mengundang para Suster pergi ke Waalwijk untuk mencari rumah yang mungkin dapat dipakai sebagai tempat tinggal.
Saat itu musim dingin hebat yang membuat mereka menggigil. Dalam keadaan amat miskin mereka mendiami sebuah kamar besar terbuat dari kayu di desa Besooyen. Mereka tidak mempunyai apa-apa, tidak ada kursi, meja, tempat tidur ataupun selimut. Mereka tidur di lantai tanpa selimut. Namun mereka membuat banyak orang kagum karena kesabaran, ketabahan, dan cara mereka menerima kemiskinan ini dengan gembira. Segera Muder Konstansia mulai mengajar anak-anak, dengan tenaga yang ada dengan segala kebutuhan yang serba kurang. Masyarakat di Waalwijk mencintai para Suster.
Pada tanggal 9 Nopember 1800, Muder Konstansia dan Sr. Fracoise pergi dari Waalwijk ke Breda untuk mencari rumah yang agak besar. Pada saat itu cuaca sangat buruk tetapi kedua suster telah merencanakan perjalanan itu maka harus terjadi.Taufan dan badai yang mengamuk selama perjalanan tidak menjadi penghalang bagi meeka. Ketika sampai di Dongen, kereta kuda yang mereka tumpangi itu, rodanya putus. Kusir tidak sanggup lagi meneruskan perjalanan. Melalui peristiwa taufan dan badai yang mengamuk dalam perjalanan itu Allah berbicara.
Kedua Suster berdiri di pinggir jalan waktu hujan lebat. Beberapa orang yang ramah menunjukkan rumah Pastor Paroki, dan para suster menemui Pastor Paroki. Para suster menceritakan siapa mereka itu, dari mana tempat asalnya dan apa maksud tujuan perjalanan mereka. Maka terjadilah peristiwa yang tak terlupakan. Lalu Pastor Antonius van Gils, OFM mengucapkan kata-kata yang bersejarah ini: "Suster-suster tidak perlu pergi lebih jauh. Tempat ini sangat cocok untuk suster. Aku membutuhkan orang seperti kalian. Di sini ada kemungkinan yang sesuai dengan rencana suster" (MMJ).
Pada saat Gereja merayakan Pesta Tujuh Kedukaan Maria, Muder Konstansia dan kawan-kawannya bersama satu Novis, satu Postulan dan tujuh anak asrama datang ke Dongen. Pada tanggal 26 MARET 1801 KONGREGASI BERDIRI. Kongregasi hidup menurut Peraturan Reformasi Limburg dari tahun 1634.
Terdorong oleh keyakinan bahwa para suster harus tetap memperbarui hidup dalam Roh, maka Muder Konstansia dan kawan- kawannya tidak hanya berpedoman pada apa saja yang telah mendarah daging bagi mereka, melainkan juga menjadi peka terhadap kebutuhan masyarakat zaman mereka, sampai mereka malah mengorbankan cara hidup kontemplatif yang sangat mereka cintai.
Setelah melewati masa-masa sulit penuh pergulatan dan perjuangan yang berat selama beberapa puluh tahun, Kongregasi mulai lebih leluasa memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pendidikan. Kongregasi juga mendapat peluang untuk menyebarkan hidup religius dengan membuka Komunitas di Etten pada tahun 1920. Karena dituntut oleh situasi saat itu, Komunitas yang baru itu menjadi Komunitas mandiri, terlepas dari induknya, di Dongen.
Dalam jangka waktu satu abad, situasi di Belanda menjadi sangat berubah. Pemerintah Belanda memberikan subsidi bagi pendidikan yang dikelola oleh para religius. Didukung oleh dana yang ada, Kongregasi sanggup mengutus para Suster untuk mewartakan iman Katolik ke daerah Misi.
Sejarah lahirnya SFD di Indonesia
Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina Indonesia lahir dari situasi dan perkembangan Kongregasi Suster-suster Fransiskanes Dongen.
Pada tanggal 17 Maret 1923, Misionaris pertama (Sr. Edmunda Mulder, Sr. Hildegardis de Wit, Sr. Salesia Hazelzet, Sr. Leo Pelkmans, Sr. Pudentiana Cuelenaere, dan Sr. Laurentine Pijnenburg) berangkat dari Dongen, dan sebulan kemudian, pada tanggal 17 April 1923 mereka tiba di Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal 11 Oktober 1937, Sr. Clementina Geerden, Sr. Josephine Jacobs, Sr. Theobalda van Gool, berangkat dari Medan Sumatera Utara dan Sr. Laurentine Pijenburg, Sr. Josephine Ghuys dari Belanda tiba di Banjarmasin.
Suster misioner di Medan |
Mengingat minat pribumi untuk terlibat sepenuhnya dalam karya para misionaris di Sumatera Utara, maka dibukalah novisiat pada tahun 1955, di Jl. Letnan Rata Perangin-angin No. 11 Kabanjahe. Ibu novis yang pertama Sr Mauritia Bavel.
Keinginan untuk mengikutsertakan pemudi-pemudi pribumi dalam pelayanan di Kalimantan, mendorong Pemimpin Kongregasi untuk membuka novisiat di Jawa Tengah. Pati merupakan kota pilihan tempat para calon akan dididik dan dipersiapkan. Maka pada tanggal 14 Juli 1958, Sr. Josephina Ghuys, Sr. Petra Brouwers dan Sr. Emmanuel Claerhouth datang dari Banjarmasin ke Pati untuk membuka novisiat.
Sejak novisiat dibuka di Kabanjahe pada tahun 1955, berdirilah beberapa Komunitas yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Dengan penyebaran dan perkembangan di Indonesia, maka pada tahun 1969 status Komunitas-komunitas di Indonesia ditingkatkan menjadi Regio, yaitu Regio Sumatera Utara dan Regio Jawa-Kalimantan. Masing-masing Pemimpin Regio bertanggungjawab langsung kepada Pemimpin Umum di Dongen.
Sr. Alphonsine bersama anak TK |
Konsili Vatikan II membawa banyak perubahan di dalam Gereja.Di Eropa kehidupan religius mulai mengalami kemunduran yang mengakibatkan sedikitnya calon religius yang menggabungkan diri ke dalam Kongregasi. Di Dongen jumlah Suster tidak bertambah karena tidak ada anggota baru, sedangkan Suster-suster yang masih ada semakin lanjut usia. Mengingat situasi yang demikian, dan karena Regio-regio di Indonesia telah dianggap mampu untuk mandiri, maka pada bulan April 1991, Sr Rafael Kops beserta Dewan Pimpinan Umum mengundang ke Dongen Dewan Pimpinan Regio Sumatera Utara dan Jawa Kalimantan yaitu: Sr. Veronika Situmorang, Sr. Constantia Purba, Sr. Bernardeta Saragih, Sr. Emmanuel Claerhouth, Sr. J. Bonaventura Suhar
Roh Pemersatu yang menjiwai Pendiri Kongregasi mendorong terwujudnya unifikasi Regio Sumatera Utara dan Regio Jawa-Kalimantan menjadi satu Regio Indonesia. Penyatuan Regio dimulai pada tanggal 15 Juli 1998 di Indonesia dipimpin oleh Sr. Kresensia Sipayung. Sebagai persiapan kemandirian, pada tanggal yang sama telah ditetapkan nama baru bagi Kongregasi di Indonesia, meski karisma dan spiritualitas tetap sama. Nama yang mengungkapkan spiritualitas Kongregasi seturut teladan Santo Fransiskus Assisi ialah SUSTER-SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD)
Pada tanggal 16 April 2007 Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) di Indonesia resmi menjadi Kongregasi mandiri di bawah wewenang yurisdiksi Keuskupan Agung Semarang, yang dinyatakan dalam Dekret dari Tahta Suci di Roma melalui Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa, Prot. N. 1534/ 07 tertanggal 31 Maret 2007 yang dipimpin oleh Sr. Adriana Turnip, SFD.
Video
/fa-clock-o/ TRENDING$type=list
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
Pembaharuan Kaul Inti hidup membiara atau hidup berkaul adalah kita ingin menyerahkan diri penuh kepada Tuhan yang telah memanggi...
-
Sejarah Lahirnya SFD di Dongen Kongregasi Suster-Suster Fransiskanes Dongen mulai terbentuk akibat Revolusi Perancis pada tahun 1789...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...
RECENT WITH THUMBS$type=blogging$m=0$cate=0$sn=0$rm=0$c=4$va=0
RECENT$type=list-tab$date=0$au=0$c=5
REPLIES$type=list-tab$com=0$c=4$src=recent-comments
RANDOM$type=list-tab$date=0$au=0$c=5$src=random-posts
/fa-fire/ YEAR POPULAR$type=one
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...