Daftar Komunitas di Pulau Sumatera
1. Komunitas Santo Fransiskus Jl. Palang Merah Medan
2. Komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe
3. Komunitas Alverna Saribudolok
4. Komunitas Santa Klara Binjai
5. Komunitas St Fransiskus Tigabinanga
6. Komunitas St Fransiskus Haranggaol
7. Komunitas St Fransiskus Percut
8. Komunitas St Fransiskus Pasar VIII
9. Komunitas St Fransiskus Pematang Siantar
10. Komunitas Postulat Hati Kudus Yesus Medan
11. Komunitas Portiuncula Namopecawir
12. Komunitas Fioretti- 1 Kabanjahe
13. Komunitas Fioretti -2 Kabanjahe
14. Komunitas St Fransiskus Asisi Takengon-Aceh
15. Komunitas Novisiat Hati Kudus Yesus Medan
16. Komunitas Mary Home - Berastagi – Raya
1. Komunitas Santo Fransiskus Jl. Palang Merah Medan ( 17 April 1923 )
Sejarah singkat
Pada waktu itu Mgr. Mattias Brans meminta dan mengundang Kongregasi Suster- Suster Fransiskanes Dongen (SFD) untuk berkarya di Medan-Indonesia. Adapun aksi misi yang suci yaitu mengembangkan daya yang mengagumkan, menyampaikan Kabar Gembira menuju Indonesia, menemukan jiwa- jiwa yang tersesat, jiwa- jiwa yang masih dalam kegelapan, biar mereka mengenal-Nya, Sang Surya bagi seluruh Alam.
Dewan Pimpinan pada waktu itu adalah Mere Bertille menyetujui aksi misi yang mulia itu dengan mengirimkan 6 (enam) missionaris untuk tugas perutusan tersebut. Pada tanggal 17 Maret 1923 berangkatlah 6 (enam) suster misi Dongen ke Medan. Mereka adalah Sr.Edmunda Muller dari Amsterdam; Sr. Hildegardis de Wit dari Amsterdam; Sr. Salesia Hazelzet dari Amsterdam; Sr. Pudentiana Cuelenaere dari Aardenburg, Sr. Laurentine Pijnenburg dari Alphen dan Sr. Leo Pelkmans dari Tereringen. Mereka adalah puteri sulung Kongregasi SFD sebagai missionaries pertama di Medan –Sumatera Utara.
Para missionaries SFD tiba di Medan pada tanggal 17 April 1923 dan tinggal sementara di sebuah rumah milik keluarga Cina, di seberang gereja. Dalam beberapa ruangan, gedung pertemuan Katolik disiapkan 3 kelas untuk SD, sedangkan serambi belakang rumah suster disulap menjadi Frobel (TK) yang sementara.
Pada waktu itu terjadilah kekeliruan yang fundamental, suatu salah pengertian, yang cukup besar. Ketika itu, Mere Bertille dan dewannya di Nederland selalu berpikir bahwa lapangan kerja pertama menyangkut suatu sekolah Belanda – Tionghwa HCS (Hollands- Chinese School), tetapi waktu sampai di Medan ternyata yang dibutuhkan adalah sekolah untuk anak – anak Eropah atau anak – anak tuan kebun maka misi untuk anak – anak pribumi tidak akan terangkat dari keterbelakangan. Misi suster- suster missionaries adalah keberpihakan pada anak- anak pribumi, anak- anak yang susah, anak –anak remaja dan memberikan pengajaran ketrampilan bagi ibu- ibu seperti yang dilakukan para suster di Dongen karena untuk itulah aksi misi pengiriman missionaries SFD ke Medan. Suster – suster yang berkarya sebagai guru yang tersebar luas di Nederlands mulai menerima gaji dan dana tersebut digunakan untuk aksi misi di Medan – Sumatera.
Pastor de Wolf sebagai pastor paroki di Medan mengetengahi kekeliruan itu dan berpendapat jalan yang terbaik untuk bekerja dengan hasil yang baik, mulailah dengan sekolah eropah. Maka tanpa ragu – ragu para suster menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Mere Bertille mengirim telegram dari Dongen, bahwa beliau menyetujui rencana baru, sesudah disetujui olen Mgr.Mattias Brans.
Pada Pesta Visitasi Maria, 02 Juli 1923, sesudah perayaan Ekaristi, sekolah – sekolah diberkati oleh pastor. Sebagai nama pelindung adalah Sint Joseph. Nama lengkap sekolah adalah Gesubsidierde Rooms Katholieke Europese Lagere School Sint Joseph (Sekolah Rendah Roma Katolik Santu Joseph bersubsidi). Maka ditetapkan Kepala Sekolah yang pertama dan Guru Kelas satu Sint. Joseph adalah Zr. Salesia Hazelzet. Untuk Kelas dua dan tiga adalah Zr. Hildegardis, Untuk Guru Frobel (TK) adalah Zr. Laurentine Pijnenburg, dan untuk kursus menjahit adalah Zr. Pudentiana Cuelenaere, Zr. Edmunda dan Zr. Pudentiana membantu di Petisah untuk orang India Tamil dengan kegiatan kursus pekerjaan tangan. Mereka juga memulai kursus kerja tangan dengan jumlah murid 12 orang. Sesudah itu 1930 dibuka asrama putera - puteri di Jl. S. Parman.
Kemudian tanggal 08 Desember 1941 mulai perang Jepang. Jepang mendarat di Medan. Sekolah Sint Joseph dan internaat atau asrama dianggap daerah berbahaya karena dekat dengan Stasiun Kereta Api. Suster- suster terpaksa meliburkan sekolah dan anak- anak internaat dipulangkan. Suster- suster bergabung ke Internaat Assisi di Jl. S. Parman. Tanggal 01 Januari 1942 para suster mulai mencari tempat berlindung karena tentara Jepang membom lapangan terbang di Medan. Bulan Februari 1942 tentara Jepang mendarat di Medan dan para pengungsi dari Aceh yaitu anak – anak perempuan tiba di Medan dengan jumlah 80 orang. Mereka masuk ke Internaat Assisi dan Sekolah Sint. Joseph dipenuhi anak- anak.
Pada tanggal 13 Maret 1942 tentara jepang tiba di Medan. Suster- suster dan para pengungsi dari Internaat Assisi terpaksa keluar. Orang Belanda tidak boleh lagi nampak di rumah. Tanggal 13 April 1942 suster- suster harus meninggalkan Internaat Assisi dan dipenjarakan di Pulau Brayan, dekat Belawan di Kompleks Perumahan Deli Spoorwghmatschappj yang dipagar kawat duri dan dijaga oleh tentara Jepang.
Di antara tawanan itu ada anak - anak Belanda yang berjumlah 2.500 orang dan 26 suster. Para suster dan anak- anak mengalami derita dan kelaparan. Seorang suster matanya hampir buta karena setiap hari memasak untuk 500 orang dengan kayu bakar yang basah dan banyak mengeluarkan asap. Ada lagi suster yang hilang ingatan karena banyak mengalami kesusahan dan juga tidak luput dari fitnahan orang- orang yang tidak bertanggungjawab. Para suster tetap memberikan pelajaran kepada anak- anak secara sembunyi-sembunyi dalam kelompok kecil. Mereka juga mengurus dan mengasuh anak- anak kecil yang ibunya sakit ataupun sudah meninggal dunia.
Setelah beberapa waktu para suster dipindahkan lagi ke SD. Santo Yoseph sekarang. Pada waktu itu SD. Sint Joseph berfungsi sebagai rumah sakit untuk orang - orang yang paling parah dari kamp-kamp (penjara). Perang semakin memburuk, para suster dipindahkan lagi ke Kamp Aek Pamingke di Aek Kanopan. Oktober 1945 para suster keluar dari Kamp Aek Pamingke.
Mereka naik kereta api ke Medan. Ketika tiba di Medan mereka tidak boleh kembali ke internaat atau susteran sekarang karena komunitas tersebut didiami oleh keluarga – keluarga Ambon. Maka untuk sementara waktu para suster tinggal di SD. Sint. Joseph.
Setelah perang, keadaan semakin membaik. Para suster dianjurkan dokter supaya pulang ke Nederlands untuk memulihkan kesehatan mereka. Anak-anak yang menjadi yatim piatu disebabkan oleh perang dikembalikan kepada keluarga atau family mereka di Nederlands. Tahun 1946 sebahagian rumah suster sudah ditinggalkan oleh Keluarga- keluarga Ambon dan para suster diperbolehkan memasuki rumah Jl. Palang Merah 15 sekarang. Jumlah suster waktu itu tinggal 7 (tujuh) orang. Mereka kembali membenahi rumah dan memulai pengajaran dan pendidikan.
Akhirnya tanggal 1 Agustus 1947 Frobel (TK) dan SD Sint. Joseph dapat dibuka resmi. Murid-murid pertama dari sekolah pendidikan itu adalah anak-anak dari sultan. Tahun 1954 Pemimpin Umum berkunjung ke Medan.Waktu ada perubahan di Medan, yaitu diadakannya :1) Sekolah Putri berbahasa Indonesia; 2) Sekolah Putra berbahasa Indonesia; dan 3) Sekolah putra dan putri bersama-sama Bahasa Belanda. Demikianlah sejarah awal para suster missionaries SFD yang menangani karya pendidikan di Keuskupan Agung Medan.
Selanjutnya karya-karya yang dikelola oleh suster-suster missionaries dilanjutkan oleh Para suster pribumi. Menurut data yang ada karya pendidikan di sekolah TK, SMP dan SMA mengalami kejayaan dan banyak jumlah siswa-siswinya. Namun 10 tahun terakhir ini mengalami kemunduran. Jumlah siswa yang dididik di sekolah mengalami kemunduran. Adapun usaha yang dilakukan untuk menambah jumlah murid adalah dengan membuka Asrama Putri St.Theresia yang didampingi oleh para suster komunitas. Jumlah asrama puteri yang sekarang 60 orang. Umumnya mereka berasal dari pulau dan kota lain. Asrama ini dibimbing olen Tim namun anggota komunitas wajib bertanggungjawab dan ikut mengawas anak- anak asrama belajar. Besar harapan kita karya pendidikan yang ada di Jl. Palang Merah ini kiranya perlahan-lahan bertambah jumlah muridnya. Demikian sejarah komunitas yang dapat kami tuliskan.
Visi :
Komunitas tempat kasih persaudaraan yang beriman, yang dijiwai semangat rendah hati, seturut teladan Bapa Santo Fransiskus.
Misi :
1. Terbuka pada situasi dan tuntutan zaman dengan meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia yang diwujudkan dalam Ekaristi, doa pribadi, doa bersama dan kerasulan.
2. Menciptakan komunitas bahagia dalam keheningan melalui sikap disiplin, tulus, jujur dan dewasa.
3. Membangun sikap tanggung jawab untuk menjaga nama baik seluruh anggota komunitas.
2. Komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe
Sejarah singkat
Komunitas Maria Ratu Damai didirikan pada tahun 1954
Seiring dengan perjalanan waktu dan melihat adanya minat putri-putri pribumi untuk terlibat sepenuhnya dalam karya missionaries, maka pada tahun 1955 dibukalah NOVISIAT untuk mendidik para suster generasi muda (NGUIS).
Sebagai ibu novis (magistra) yang pertama adalah Zr. Mauritia SFD.
Para suster juga ingin melayani kesehatan masyarakat setempat. Maka dibukalah Poliklinik untuk merawat orang sakit, yang sampai kini masih sangat diminati masyarakat, karena pelayanan yang penuh kasih oleh tangan-tangan yang penuh kasih dari para Tim medis yang berkarya sampai saat ini.
Disamping bidang kesehatan, pendidikan di sekolah pun di perhatikan, maka pada tanggal 01 Agustus 1954 di bukalah TK SINT XAVERIUS, yang sampai saat ini juga masih termasuk dalam sekolah yang dimnati oleh masyarakat dan sangat berkembang dengan baik.
Dan pada tahun 1990 Suster Fransiskanes Dongen menangani kembali SD St.Yoseph di Jl. Let Rata Perangin-angin. SD St. Yoseph Kabanjahe ini juga sangat diminati oleh masyarakat, terbukti dari jumlah murid yang sangat banyak dan berbagai prestasi diraih dengan baik dan sampai saat ini berkembang dengan suburnya. Suster Fransiskanes Dongen senantiasa ingin mengangkat harkat wanita, karena itu didirikanlah asrama untuk para putri yaitu asrama Putri St Theresia, dan karena berbagai pertimbangan dan demi kepentingan SD St. Yoseph maka disepakati untuk menggabungkan asrama St. Theresia Kabanjahe ke Asrama Putri Raymarkers dan hal ini juga demi efisiensi dan efekatifitas pendmpingan asrama di Kabanjahe.
Visi : “ Hidup Damai Dalam Persaudaraan”
Misi :
a. Hati terbuka akan sebagai Tuhan, dan rela menerima keberadaan sesama.
b. Memupuk kerjasama dalam tugas perutusan
c. Peka akan situasi dari anggota komunitas
3. Komunitas Alverna Saribudolok
Sejarah singkat
Komunitas Alverna Saribudolok didirikan pada tahun 1958. Susterran Alverna terletak di daerah Simalungun, tepatnya di Saribudolok. Letaknya sangat strategis untuk tempat persinggahan ke segala penjuru antara Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun dan Deli Serdang. Iklimnya sangat sejuk. Bahasa yang digunakan pada dasarnya adalah bahasa Simalungun, bahasa Toba dan bahasa Karo. Para Suster yang tinggal di Komunitas Alverna Saribudolok sangat senang dengan keanekaragaman adat istiadat dan budaya. Berdirinya Komunitas Alverna Saribudolok ini diprakarsai oleh Pastor Kapusin dan para suster Misionaris yang berasal dari Negeri Belanda yaitu Sr. Bibiana dan Sr. Antonetta. Sebelum menetap di Saribudolok ke dua Suster ini sering pulang pergi ke Kabanjahe (Tanah Karo).
Kegiatan Suster pendahulu ini pertama untuk membantu kehidupan rumah tangga Pastor Kapusin (Oppung Dolok) dan memulai karya pendidikan serta Pastoral, asrama, SKKP (yang sekarang menjadi SMP Bunda Mulia) dan pada tahun 1968 dibuka SD Don Bosco serta karya kesehatan Klinik St. Fransiskus Assisi. Suster pribumi yang pertama berkarya adalah Sr. Monika Lingga (+) beserta suster-suster yang lainnya. Syukur kepada Tuhan bahwa sampai sekarang kehadiran SFD dan karyanya tetap diminati seluruh masyarakat sekitarnya. Sampai sekarang karya-karya yang telah dimulai para suster SFD terdahulu, tetap dilanjutkan, baik karya pastoral dalam kegiatan menggereja maupun karya pendidikan serta karya kesehatan. Sampai saat ini para suster SFD tetap aktif dan ambil bagian dalam seluruh kegiatan paroki, stasi, lingkungan dan ikut menjadi DPP (Dewan pastoral Paroki). Selain itu para suster juga membantu dalam bidang pendidikan baik di SMP Bunda Mulia maupun di SMA Van Duynhoven yang dikelola oleh Yayasan St. Yoseph KAM. Inilah sejarah singkat Susteran Alverna Saribudolok, semoga bermanfaat bagi kita.
Visi:
Persekutuan membangun persaudaraan berdasarkan cinta Tuhan yang penuh kasih kepada semua orang
Misi:
a. Saling mendekati penuh kerahiman hati yang ditopang doa bersama dan pertobatan yang terus menerus.
b. Siap terbuka bagi kebutuhan zaman seturut Yesus Kristus dalm mendampingi kaum muda, orang sakit dan anak-anak
c. Turut ambil bagian dalam pengembangan dan kebutuhan gereja setempat.
4. Komunitas Santa Klara Binjai
Sejarah singkat
Awal berdirinya komunitas St. Klara Binjai sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat,komunitas St. Klara berdiri pada 1980, dimulai oleh Sr. Edmunda, Sr. Helena, Sr. Veronika dan Sr. Henrika. Pada awalnya mereka tinggal dalam rumah kontrakan, kemudian sekitar lima (5) tahun para suster tinggal di Pastoran, dibelakang gereja yang sekarang dan lima tahun kemudian, sekitar tahun 1998 dibangunlah rumah untuk komunitas para Suster berkat bantuan P. Migel yang membantu proses pembelian tanah untuk lokasi rumah suster yang sekarang menjadi Komunitas St. Klara Binjai.
Karya-karya pelayanan di sekitar komunitas St. Klara Binjai, mengalami perkembangan, mulai dari TK, SD, Kantin dan Asrama Putra meski kecil tetapi sangat dibutuhkan masyarakat. Asrama Putra di Binjai sangat membutuhkan perhatian untuk membangun gedung, supaya layak menjadi rumah bagi anak-anak asrama putra. Selain karya-karya milik Kongregasi, ada pula karya keuskupan yang menjadi tanggungjawab para suster yang tinggal di Komunitas Binjai, seperti penanggungjawab asrama putrid an kepala SMA St. Thomas 4 Binjai. Demikian terjadi sampai LPJ ini ditulis pada periode 2015-2019.
Visi:
Membangun persaudaraan yang sejati berlandaskan Cinta Kasih dan mencintai semua orang seperti mencintai diri sendiri.Sumber; Buku Muder Yohana Yesus (hal 115 )
Misi:
Membangun kerja sama yang baik dengan semua pihak; (gereja, masyarakat) dan di unit kerja dalam tugas perutusan, melayani dengan penuh kasih, tanggap akan kebutuhan jaman.
5. Komunitas St Fransiskus Tigabinanga
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1983 dengan menyewa rumah di Jalan Kota Cane kemudian pindah ke kompleks Asisi dekat pastoran menempati gedung milik Keuskupan. Suster yang pertama menempati komunitas tersebut adalah: Sr. Martina Bangun, Sr. Bonifasia Ginting dan Sr. Henrika Saragih.
Kehadiran para susterdiinginkanuntuk terlibat dalamkarya kerasulan, dan setelah melihat situasi masyarakat setempat membutuhkan kesehatan dan pendidikan, makapara suster berinisiatif untuk membuka Poliklinik, TK dan SD.
Pada tanggal 20 Februari 1988 dibangunlah rumah baru satu kompleks dengan TK, SD dan Poliklinik. Satu ciri khas yang tak dapat dilupakan SFD adalah menampung putri- putri di asrama. Dan sampai sekarang karya-karya sekitar komunitas Tigabinanga dapat berlangsung dengan baik, perlahan tapi pasti.
Visi:
Hidup dalam persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang yang senantiasa menjiwai, menyemangati setiap anggota komunitas
Misi: Menciptakan kedinaan hidup secara pribadi dan dalam persaudaraan, melayani dengan tangan terbuka bagi mereka yang membutuhkan.
6. Komunitas St Fransiskus Haranggaol
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1988 dengan menempati asrama lama sebagai tempat tinggal sementara. Suster yang pertama merintis komunitas ini adalah: Sr. Vinsensia dan Sr Wilfrida, kemudian menyusul Sr. Bernadeth Saragih melayani orang sakit setiap hari Senin. Kehadiran para suster diharapkan masyarakat untuk menangani Poliklinik, kerasulan dan TK.
Tanggal 4 Maret 1990 para suster menempati rumah baru dan yang tinggal dalam komunitas ini adalah: Sr. Bernardeth Saragih dan Sr. Albertha Purba.
Komunitas St. Fransiskus Haranggaol mengelola karya TK dan Klinik. Pertumbuhan karya di Haranggaol merupakan pertumbuhan yang mengalami proses yang baik. Di sekitar Komunitas Haranggaol belum banyak karya pelayanan yang dibangun, lahan lumayan luas dan selama ini lebih sering kosong dan kadang digarap dengan menanam tanaman ala kadarnya. Dan sampai penulisan LPJ pada periode ini (2015-2019) masih mengalami kesulitan untuk mengurus dokumen kepemilikan tanah.
Visi:
Semangat doa dalam persaudaraan
Misi:
Tekun dalam menjalankan doa bersama dan pribadi
Saling mendoakan dalam persaudaraan
Memperhatikan masyarakat dan orang kecil lewat doa dan pelayanan
7. Komunitas St Fransiskus Percut
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1990 sebelumnya Sr. Yosefa Sihotang dari Binjai melayani orang sakit satu kali dalam seminggu. Sr. Bernarda dari Medan setiap hari mengajar di SD dan SMP Sei Tuan Deliserdang. Kehadiran suster bermotivasi untuk menolong orang kecil dengan cara mengobati orang yang sakit. Suster pertama menempati komunitas ini adalah: Sr. Hyasinta, Sr. Selestina dan Sr. Ansilla.
Proses perjalanan pertumbuhan Komunitas St. Fransiskus Percut, sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan persaudaraan, karena karya pelayanan tidak mengalami kemajuan, setiap bulan harus disubsidi, baik di karya pendidikan maupun karya kesehatan. Syukur karean Yayasan Don Bosco masih membutuhkan tenaga dari Kongregasi sehingga kehidupan komunitas agak terbantu. Berbagai upaya telah dilakukan, baik mengganti person sebagai penanggungjawab karya, maupun pengamatan dan dialog dengan pastor paroki, perwakilan umat, untuk mencari penyebab kemandekan karya pelayanan yang ada di Percut.
Visi:
Persekutuan yang membangun persaudaraan dengan menganggap setiap orang adalah saudara.
Misi:
Menerima dan menghargai setiap pribadi, mengampuni dan melayani setiap orang tanpa membeda- bedakan.
8. Komunitas St Fransiskus Pasar VIII
Sejarah singkat
Komunitas ini berawal dengan mengontrak rumah di Simpang Pos. Pada tahun 1993, Komunitas ini pindah ke rumah pembinaan di Komunitas Pembinaan SFD di Pasar 8 Medan, dengan jumlah anggota tiga orang suster yaitu: Sr. Sesilia Ginting SFD ( + ) bertugas di SLB dan Sr. Alberta Purba SFD bertugas sebagai Bendahara Yayasan Setia dan melaju ke Jl. Palang Merah Medan dan Sr. Antonella Damanik SFD bertugas di SLB dan rumah tangga. Komunitas ini pindah karena ada bantuan dari Pemerintah untuk pembangunan gedung baru untuk sekolah anak-anak SLB- C Karya Tulus.
Pada tahun 1996 calon pun semakin berkurang, maka untuk memanfaatkan ruangan-ruangan yang semula diperuntukkan untuk Novisiat SFD dan Postulan, digunakan untuk beberapa Suster yang Studi yang di UNIKA dan AKPER ST. ELISABETH MEDAN.
Tahun 1998 Sekolah SLB-C Karya Tulus, mengembangkan sayap lagi karena lokasi di Pasar 8 kurang memadai untuk anak-anak SLB-C yang sebenarnya harus tinggal di asrama supaya pembinaannya lebih intensif. Oleh karena itu kita mendapat bantuan lagi dari donatur untuk membangun gedung sekolah SLB dan gedung asrama. Maka anggota Komunitas St. Fransiskus Pasar 8 kembali dihuni oleh suster-suster yang studi dengan Ibu Komunitas dipercayakan kepada Sr. Florensia dan hal ini berlangsung selama tiga tahun.
Tahun 2001, kembali komunitas dihuni oleh Suster yang berkarya dan yang suster yang studi yang didampingi oleh Sr. Anna Maria Situmorang dengan tugas guru SMP St. Maria Jl. Palang Merah Medan. Tahun 2002, anggota komunitaspun semakin beragam dengan kondisi kantor Yayasan Setia yang bertentangga dengan Komunitas St. Fransiskus Pasar 8 Medan, maka semua suster yang menjadi Pengurus Yayasan Setia dan suster yang bertugas sebagai pegawai pembukuan Yayasan Setia, berkomunitas di Komunitas ini. Adapun penanggung jawab Komunitas ini adalah Sr. Bonifasia Ginting SFD.
Pada tahun 2004, Sr. Martina Bangun SFD menjadi Pimpinan Komunitas ini yang dibantu oleh Sr. Theresita Sinaga SFD yang ketika itu juga bertugas sebagai Pembimbing Suster Yunior. Pada saat ini Komunitas ini menjadi Komunitas DPU dan Para Suster yang bertugas di Yayasan Setia pindah ke Komunitas St. Fransiskus Jl. Palang Merah Medan.
Visi:
Persekutuan yang menghidupi semangat kemiskinan, kerendahan yang mencintai dan meninggikan setiap orang dalam kegembiraan sejati.
Misi:
Menciptakan persaudaraan yang sehati sejiwa melalui doa dan matiraga, memberi diri, membuka hati serta peka dan penuh perhatian terhadap sesame lingkungan sekitar.
9. Komunitas St Fransiskus Pematang Siantar
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1991 dengan motivasi diperuntukkan bagi para suster yang studi di Pematangsiantar. Komunitas St. Fransiskus Pematang Siantar yang khusus untuk para Suster student masih tetap dipertahankan tetapi agar kehidupan para suster student lebih terjamin, maka ditambah tenaga Suster sebagai Ministra Komunitas dan berkarya sebagai bendahara Paroki Batu Lima Pematang Siantar. Sampai LPJ ini ditulis pada periode (2015-2019) demikian kehidupan komunitas terlaksana. Komunitas ini tidak terlalu sering mengalami mutasi karena kondisi suster yang studi. Meskipun sebagai seorang student mereka memiliki kesibukan yang luar biasa, tetapi mereka tetap terlibat aktif dalam tugas pastoral, sebagai penanggungjawab BIA, Areka, OMK dan sebagai anggota DPP, juga sebagai petugas liturgy lainnya.
10. Komunitas Postulat Hati Kudus Yesus Medan
Sejarah Singkat
Novisiat yang pertama berdiri pada tahun 1955 yang berdomisili di Kabanjahe tanah Karo Sumatera Utara. Novis dibina dan didampingi di Komunitas ini. Seiring dengan perkembangan karya, komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe dirasa kurang mendukung bagi pembinaan para calon khususnya para novis karena komunitas novisiat bersatu dengan komunitas suster yang berkarya, dan berdampingan dengan sekolah TK, SD dan Asrama Putri. Maka novisiat dipindahkan ke Pasar VIII Medan. Komunitas ini berdiri pada tahun 1992 dengan tujuan sebagai rumah pembinaan” Novisiat”. Beberapa tahun kemudian menjadi komunitas Postulan adapun alasan utama Novisiat dipindahkan ke Medan adalah:
Untuk memenuhi kebutuhan rohani para novis dan didukung dengan lingkungan yang tenang dan hening.
Tenaga pengajar, tentulah dikota Medan lebih mudah mencari tenaga pengajar baik suster SFD maupun Pastor atau Frater.
Mungkin dengan dipindahkan panggilan semakin bertambah.
Pada tanggal 27 Juni 1992 Novisiat diberkati oleh yang Mulia Mgr. A.G Pius Datubara OFM Cap, uskup keuskupan Agung Medan. Dan diresmikan oleh Sr. Rafael Kops SFD, sebagai Pimpinan umum SFD. Pada Perayaan ini juga diterima 19 orang Postulan memasuki tahap Novisiat. Para novis yang tinggal dikomunitas ini berjumlah 34 orang. Novis I berjumlah 19 orang dan Novis II 15 orang. Pemimpin Novis pertama dikomunitas Pasar VIII Medan adalah Sr.Kresensia Sipayung, SFD ( Almarhum). Sehubungan dengan rencana panjang unifikasi regio Sumatera Utara dan regio Jawa Kalimantan, maka pada tahun ajaran 1995/1996 Novis I dipindahkan ke Pati Jawa tengah dan Novis II tetap di Pasar VIII-Medan. Pada tahun ajaran 1996/1997 Novis II hanya 6 orang menempati komunitas ini, sementara novis II akan mengikuti kursus gabungan Novis (KGN) di Bina Samadi Pematang siantar. KGN ini berlangsung 2 gelombang dengan waktu yang lumayan lama sekitar 50 hari/ gelombang dan menjalani masa stage di komunitas-komunitas. Pada pertengahan bulan Januari tahun 1997 Postulan dari jalan palang merah pindah ke Pasar VIII ke Novisiat didampingi Sr. Anastasia SFD, sebagai pemimpin Postulan. supaya ada yang tinggal di komunitas selama novis II mengikuti KGN. Maka mulai pada bulan Januari 1997 postulant berdomisili di Pasar VIII Padang Bulan-Medan bersama dengan novis II. Pada tahun ajaran 2003/2004 komunitas ini menjadi komunitas postulant dan rumah pembinaan suster-suster SFD Sumatera-Utara
Situasi dan kondisi komunitas Postulan
Pada Tahun 2015, situasi Rumah Novisiat di Yogyakarta yang memprihatinkan sudah tidak layak dihuni karena bangunan yang sudah tua dan dimakan rayap. Dalam Kapitel tanggal 1-7 Juli 2015 diputuskan untuk sementara Novisiat dipindahkan ke Medan yang selama ini sudah ditempati oleh Postulan. Maka dengan demikian rumah pembinaan untuk postulan dipindahkan ke rumah yang lebih kecil dijalan bunga terompet VII No. 30 ( disamping kantor Yayasan Setia Medan) pasar VIII padang Bulan Medan. Selama satu tahun, pada tahun 2016 diadakan evaluasi bahwa Rumah tersebut kurang efektif dalam pembinaan postulan karena terlalu sempit dan kamar tidak cukup untuk 10 orang dan ruang doa yang sangat sempit. Karena rumah tersebut memang rumah keluarga. Pada tahun 2016 rumah pembinaan Postulan tersebut ditinjau ulang dan dipindahkan ke jalan Palang Merah no 15 Medan di komunitas para suster dilantai III, demikian berjalan pembinaan Postulan sampai tahun 2019 di jalan Palang Merah no 15 Medan. Rumah pembinaan postulan ini di buatkan ruangan cukup walaupun para postulan dalam satu amar 3-4 orang. Namun sudah lebih luas dengan adanya ruang studi, ruang makan yang cukup dan ruang cuci. Tenaga pengajar melibatkan para suster dari komunitas, pastor OFM Conv, dan pastor dari Paroki jalan Pemuda no. 1 Medan.
Visi
Mengikuti perjalanan Yesus membentuk manusia religius dina berdasarkan “batu penjuru” yang dibuang oleh manusia tetapi dicintai dan ditinggikan Bapa.
Misi:
Dalam Proses pembinaan setiap pribadi harus:
Siap dan terbuka untuk dibentuk menjadi SFD dina dan Roh pemersatu.
Menghayati dan meneladan Yesus sebagai “batu penjuru” yang dibuang oleh manusia tetapi dicintai dan ditinggikan oleh Allah.
Tekun dalam membina dan mendalami spiritualitas Kongregasi baik secara pribadi maupun bersama.
Setia mengikuti proses pembinaan sebagai sekolah hidup dengan mengikuti perkembangan ilmu pendidikan dan tehnologi ( IPTEK) yang mendukung hidup sebagai religius dina.
Siap sedia dan rela diutus sesuai kebutuhan Kongregasi
11. Komunitas Portiuncula Namopecawir
Sejarah singkat
Pada tahun 1980, sebenarnya karya sosial SLB sudah dijajaki oleh Sr. Lambertha, SFD. ( Suster yang berasal dari Belanda) di Medan. Karena berbagai alasan termasuk sekolah yang belum ada beliau memulainya dan mengajar di SLB Negeri Jl. Adi Negoro No. 2. Medan Seiring dengan perjalanan waktu, Kongregasi melihat bahwa karya ini sangat dibutuhkan terutama semakin banyaknya anak-anak yang membutuhkan jenis layanan tersebut. Pada tanggal 17 Juli 1987, dengan persetujuan Bapa Uskup Agung Medan , Mgr. AGP. Datubara sekolah ini resmi dibuka dengan nama SLB-C Karya Tulus, di Jl. Palang Merah no. 15 Medan, yang melayani khusus pendidikan bagi anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Sr. Sesilia Ginting, SFD menjadi Kepala Sekolah. Pada tahun pertama jumlah siswa 15 orang dan sampai akhir tahun ada 25 orang.
Demikianlah, jumlah murid terus bertambah dan akhirnya mengalami kesulitan dengan lokasi karena sudah terlalu sempit. Berkaitan juga dengan permintaan beberapa orang tua supaya diadakan asrama untuk siswa-siswa SLB. Maka pada tahun 1997 berkat kerjasama Sr. Sesilia Ginting, SFD dengan P. Razolli, OFMConv ditemukanlah lokasi yang tepat di daerah Namopecawir-Tuntungan. Itupun setelah melalui beberapa tempat yang sudah sempat dipakai untuk sekolah seperti di Jl. Jamin Ginting No. 9 Simpang Pos dan Jl. Ngumban Surbakti-Pasar VIII Padang Bulan Medan.
Karena dinilai masih kurang tepat, maka dicarilah lokasi di daerah Namopecawir-Tuntungan dengan alamat: Jl. Namopecawir, Dusun III, Kel. Tuntungan II, Kec. Pancur Batu Kab. Deli Serdang. Dari Jl. Jamin Ginting, simpang Tuntungan dapat ditempuh selama 15 menit perjalanan dengan mobil. Dari Jl.Tuntungan (simpang Jl. Namopecawir) berjarak 700 m ke Lokasi SLB-C Karya Tulus.
Di lokasi ini dibangunlah Sekolah dan Asrama untuk anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Juga Komunitas untuk tempat tinggal para Suster yang melayani di tempat ini. Pada tanggal 4 Juni 2001 diresmikanlah gedung SLB-C dan Komunitas diberkati oleh Uskup Agung Medan, AGP. Pius Datubara OFMCap. Dimana sebelumnya sudah ditempati para Suster dan anak-anak SLB. Tahun 2001, dengan 4 Suster: Sr. Sesilia Ginting, SFD, Sr. Avelina Ginting, SFD, Sr. Klemensia Simbolon, SFD dan Sr. Oktavia Tarigan, SFD. Dengan nama: Komunitas SFD Portiuncula.
Komunitas ini mengalami pertumbuhan yang baik, anggota komunitas silih berganti, tetapi ada tenaga suster yang sangat cocok di unit SLB C karena latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Karya-karya di sekitar komunitas Portiuncula Namopecawirpun mengalami pertumbuhan yang baik dan sudah didirikan TK St. Maria Namopecawir untuk mendukung kehidupan komunitas Namopecawir. TK St. Maria masih menggunakan rumah kontrakan sampai LPJ ini ditulis.
Visi
Komunitas tempat kasih persaudaraan, yang melayani orang kecil dan lemah seturut teladan Bapa yang mencintai dan meninggikan setiap orang yang dicintaiNya.
Misi
Siap sedia melayani mereka yang mengalami keterbelakangan mental, yang dijiwai dengan semangat Perayaan Ekaristi , doa bersama, pribadi dan semangat berkorban yang tinggi
Menciptakan Komunitas yang bahagia, dengan kerjasama dan saling pengertian, serta jujur dan tulus.
Membangun sikap tanggung jawab dalam tugas pelayanan untuk nama baik karya dan komunitas.
12. Komunitas Fioretti- 1 Kabanjahe
Sejarah singkat
Seiring dengan perkembangan zaman, Kongregasi SFD juga menyesuaikan diri dengan mengembangkan sayap, melalui karya yang dikelola bagian Pendidikan. Sekolah SD yang sedang di kelola semakin berkembang maka baik kalau ada sekolah lanjutannya yakni SMP. Sehingga didirikan sekolah SMP dan dimulai di Jln Letnan rata perangin-angin. Setelah beberapa tahun siswa semakin bertambah jumlahnya, maka di cari tempat yang lebih luas dan didirikan SMP yakni, di Jln Jamin Ginting gang Garuda no 100. Kabanjahe Tanah Karo.
Karena jarak antara sekolah dan komunitas agak lumayan jauh maka pada tahun 2000 beberapa suster tinggal disana yakni, Sr. Delfina Sitinjak, (Piko) Sr.Irene, Sr.Marta, Sr.Roberta. (anggota komunitas) Sebelum didirikan komunitas para suster menggunakan gedung sekolah jadi tempat berkomunitas.
Tidak lama kemudian dibangunlah komunitas suster, dan diberkati pada tanggal 14 April 2002 ,komunitas para suster yang baru dengan nama Pelindung Fioretti, diresmikan oleh P. Leo Jousten OFM Cap. Dalam komunitas ini PIKO adalah Sr. Delfina, tidak lama kemudian didirikan satu karya yakni Asrama Putra. Pada tahun 2004 yang menjadi piko Sr. Delfina, dan wakil Sr. Margaretha.
Komunitas Fioretti dan karya yang disekitarnya mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat baik, terbukti dengan jumlah anak asrama, murid di sekolah sangat banyak. Karya-karya kita di tempat ini sangat diminati oleh masyarakat. Anggota komunitas silih berganti sesuai dengan waktu mutasi masing-masing sampai LPJ ini ditulis.
Visi : Komunitas terbuka dalam membagun persaudaraan sejati dan rela menjadi abdiNya.
Misi : Menyapa dengan ramah satu sama lain, membina kaum muda untuk beriman, berbudi luhur, berilmu serta terbuka pada kemajuan jaman.
13. Komunitas Fioretti -2 Kabanjahe
Sejarah Komunitas
Berdasarkan pengalaman para suster yang berkarya di asrama putri Raaymarkers Kabanjahe yang harus mengikuti acara persaudaraan di Komunitas Fioretti 1 yang dilalui dengan berjalan kaki pada malam hari dengan cuaca yang sangat dingin menjadi kendala dalam pelayanan dan pendampingan yang lebih maksimal bagi anak-anak asrama sesuai dengan warisan Muder Konstantia van der Linden. Maka dalam rapat Dewan Pimpinan Umum diputuskan para suster tinggal di asrama putri Raaymarkers sebagai komunitas Fioretti 2 Kabanjahe secara interen sejak bulan Juli 2104. Komunitas Fioretti 2 dalam pengelolaan dan acara persaudaraan komunitas dilaksanakan secara mandiri. Namun dalam perayaan ekaristi mereka bergabung di komunitas Fioretti 1 Kabanjahe.
Anggota Komunitas yang pertama adalah: Sr. Antonella Damanik sebagai Ibu Komunitas, Sr. M. Eligia Saragih sebagai penanggung jawab asrama putri Raaymarkers, Sr. M. Lydianes Sembiring, sebagai tenaga fulltimer asrama putrid an Sr. Theodora Pinem sebagai staf asrama putri dan guru TK Sint. Xaverius Kabanjahe.
14. Komunitas St Fransiskus Asisi Takengon-Aceh
Sejarah singkat
Komunitas Takengon adalah merupakan komunitas SFD yang unik. Berawal dari permintaan, anjuran Pastor Benyamin Purba Ofm Cap dan didukung oleh Pastor Elias Sembiring Ofm Cap sesuai dengan izin Uskup Mgr. Anicetus Sinaga, maka para suster SFD bersedia untuk menangani karya yang telah ada bidang pendidian (TK dan SD BUDI DHARMA ) di TAKENGON-KAB. ACEH TENGAH. Pada bulan Februari 2006, Sr.Adriana Turnip SFD, Sr.Fidelia, SFD, Sr.Martina, SFD, Sr.Bonifasia, SFD dan Sr. Meilisa, SFD. Pastor Benyamin Purba OFM. CAP juga ikut pada waktu melakukan penjajakan awal. Inilah pertama kali suster-suster SFD meninjau lokasi. Kota TAKENGON adalah daerah yang merupakan bagian dari wilayah PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSALAM (NAD).
Sesuai dengan rencana pada tanggal 19 April 2006 Sr. Meilisa Sitepu SFD memulai bertugas untuk menjejaki, mengenal lingkungan dengan mempersiapkan banyak hal dimana suster- suster SFD akan berkarya nantinya. Maka untuk memulai tugas ini Sr. Meilisa Sitepu SFD diantarkan oleh beberapa suster, yaitu: Sr. Adriana Turnip SFD, Sr. Fidelia Ginting SFD, Sr. Martina Bangun dan Sr.Theodorine Ginting SFD. Mereka menginap dirumah seorang ibu yang sudah janda, ia tinggal sendirian saja dirumahnya. Rumah itu cukup besar maka memungkinkan tempat bagi para Suster yang menginap dirumah itu. Pemilik rumah itu namanya adalah Tek Cong. Setelah satu hari kemudian rombongan yang mengantar itu kembali pulang ke Medan. Sr. Meilisa Sitepu SFD tinggal dirumah ibu Tek Cong beberapa hari. Kemudian pada hari Sabtu tanggal 15 April 2006 Sr. Ludovika Situmorang SFD datang menyusul. Mereka berdua (Sr. Meilisa Sitepu SFD & Sr.Ludovika Situmorang SFD ) tinggal dirumah ibu Tek Cong selama dua hari. Kemudian mereka berdua pindah dari rumah ibu Tek Cong pada tanggal 17 April 2006 tinggal dilokasi GEREJA KATOLIK yaitu tepatnya diruangan kelas bekas ruangan SD BUDI DHARMA TAKENGON. Tanggal 01 Mei 2006 kedua Suster tersebut mulai aktif untuk mengajar disekolah: Sr. Meilisa Sitepu SFD mengajar bahasa Inggris SD BUDI DHARMA TAKENGON dan Sr. Ludovika Situmorang SFD mengajar Agama Katolik SD BUDI DHARMA (tahun ajaran 2005/ 2006) . Setelah itu berakhir tahun pelajaran tepatnya menerima raport pada tanggal 24 Juni 2006. Dengan demikian selesailah tugas Sr. Ludovika Situmorng SFD di TAKENGON . Pada tanggal 25 Juni 2006 mereka berdua pergi ke MEDAN. Melalui pembicaraan Sr. Adriana Turnip SFD pada tanggal 30 Juni 2006 mengajak Sr. Meilisa Sitepu SFD agar kembali ke TAKENGON pada kesempatan itu Sr. M. Vianny Tarigan SFD pun ikut serta ke TAKENGON. Dengan tujuan, supaya secara resmi memberitahukan kehadiran para Suster SFD.
Mengundang pengurus GEREJA KATOLIK dan umat stasi St. Petrus TAKENGON untuk menghadiri pemberkatan rumah Suster dan pemberkatan Kapel Suster yang akan diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2006. Alamat rumah Suster adalah JL.MESS TIME RUANG NO. 7 DESA KEMILI KEC. BEBESEN - TAKENGON
Dengan ini komunitas ST. FRANSISKUS TAKENGON resmi berdiri pada tanggal 8 Juli 2006. Peresmian itu diawali acara pemberkatan rumah dan pemberakatan Tabernakel oleh Romo Sebastian Eka Bakti Sutapa Pr. dan P. Karolus Sembiring OFMCap. Acara peresmian dihadiri oleh pimpinan SFD Sr. Adriana Turnip SFD, Sr. Fidelia Ginting SFD dan para Suster Ibu Komunitas yang ada di Sumatera Utara. Juga ikut serta pengurus GEREJA KATOLIK, umat stasi di TAKENGON dan masyarakat setempat/tetangga.
Anggota Komunitas ada tiga (3) orang Suster yang menjadi ‘perintis’ di TAKENGON, yaitu: Sr.Silvia Sembiring SFD (Piko), Sr.Theodorine Ginting SFD dan Sr. Meilisa Sitepu SFD. Selanjutnya suster-suster yang bertugaspun sudah silih berganti di komunitas TAKENGON sampai saat ini.
Visi
Komunitas tempat kasih persaudaraan beriman yang melayani semua orang seturut teladan Bapa Santo Fransiskus Asissi
Misi
Menjawab tantangan zaman dengan menyentuh semakin banyak orang lewat pelayanan dan pewartaan seturut teladan Yesus Kristus melalui pendidikan di tengah kaum muslim.
Menciptakan komunitas damai melalui keheningan, disiplin diri setia, jujur dan penuh tanggungjawab.
15. Komunitas Novisiat Hati Kudus Yesus Medan
Sejarah Singkat
Proses unifikasi SFD Indonesia dimulai dari pembinaan, yaitu penggabungan novis dari kedua regio Jawa Kalimantan dan Medan Sumatera Utara. Pada tahun ajaran 1996/1997 dimulai penggabungan novis, novis tahun pertama di Novisiat San Damiano Pati dan novis tahun kedua di Komunitas Novisiat Hati Kudus Pasar Delapan Medan. Proses ini berjalan dari tahun 1996 – 2001, dan selama ini dipikirkan novisiat SFD Indonesia supaya novis I dan II tinggal satu rumah. Dengan demikian pembinaan lebih efektif dan tenaga formator lebih irit. Dalam rapat para formator dan dalam kapitel diputuskan bahwa novisiat pindah ke Jogjakarta. maka mulailah dijejaki tempat yang mendukung untuk rumah pembinaan.
Pada tahun 2002 novisiat pindah ke Jogjakarta dan tanggal 03 Oktober 2002 komunitas Novisiat ini diberkati oleh Mgr. Ignatius Suharyo. Mulai saat inilah novisiat menjadi satu dan diberi nama pelindung St. Yoseph. Maka alamat lengkap adalah: Novisiat SFD ST.Yoseph Ds. Tanjung RT.06 RW. 23 Kel. Kalitirta, Kec. Berbah, Sleman - YOGYAKARTA 55573, Telp. ( 0274 ) 497342;496336. Di Komunitas ini tinggal novis tahun pertama, novis tahun kedua, dan ada 4 postulan. Tujuan pemindahan novisiat ini adalah:
Pertama-tama untuk mendukung proses unifikasi dua region.
Mengirit tenaga formator di novisiat.
Supaya dekat dengan biara pusat.
Lebih sentral dari Sumatera, Kalimantan dan Jawa.
Mengharapkan tumbuhnya benih panggilan dari Pulau Jawa.
Memudahkan mendapat tenaga pengajar.
Gereja setempat dan masyarakat menyambut dengan gembira kehadiran kita di Berbah. Para Novis terlibat di dalam hidup menggereja dan mengikuti kegiatan bermasyarakat. Para novis banyak menimba pengetahuan dan pengalaman yang membantu perkembangan mereka, juga diperkaya dalam hal budaya, spiritualitas yang beraneka macam, hal rohani, dan kerukunan masyarakat.
Dalam perjalanan dapat dilihat bahwa calon dari tahun ketahun berasal dari Sumatera. Mengingat program Novisiat yaitu stage cukup memakan biaya yang lumayan besar, disamping itu juga ternyata rumah novisiat ini struktur bangunannya kurang baik dan tanah menyimpan banyak rayap yang menggerogoti bangunan. Sekarang ini situasi bangunan sudah rapuh dan tidak nyaman lagi sebagai tempat tinggal.
Dengan situasi ini, maka ada pembicaraan dalam Pra Kapitel bahwa Noviasiat direncanakan akan pindah ke Pasar Delapan Medan, dan semua peserta Sidang setuju dengan pembicaraan ini. Mari kita diskusikan lebih lanjut.
Visi :
Komunitas pembinaan untuk membangun persaudaraan dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang.
Misi:
Siap dan terbuka untuk diantar masuk dalam hidup religius SFD yang memiliki iman yang benar dan berkepribadian dewasa dengan:
Yakin bahwa Tuhan adalah penopang hidup dalam persekutuan
Rela menjadi yang paling dina
Rela mengadakan pembaharuan
Rela menanggung kesulitan-kesulitan
Saling mendekati penuh kerahiman
Saling melayani dalam segala kebutuhan
Peka terhadap kebutuhan lingkungan
16. Komunitas Mary Home - Berastagi – Raya
Sejarah singkat
Berawal dari Keputusan Kapitel Umum ke- 3 SFD Indonesia Juli 2015 di bidang Harta Benda:
“Rehab Klinik dan pembukaan Apotik di Kabanjahe diserahkan kepada MU /DU yang baru”
Karya kesehatan di Kabanjahe untuk pengembangan Klinik Bhakti Murni Kabanjahe, maka Ministra Umum dan Dewannya menjajagi kemungkinan untuk dikembangkan di sekitar komunitas. Namun ternyata untuk pengrmbangan klinik tidak mungkin lagi karena permasalahan pembuangan limbah dan tidak mungkin lagi ditambah gedung bangunan untuk meningkatkan fasilitas Klinik di tempat tersebut.
Dalam situasi yang harus memikirkan pengembangan ruang- ruang klinik Kabanjahe ada tawaran dari Bapak Karo- karo pemilik eks Akademi Keperawatan Takasima yang akan menjual sebuah tanah dan bangunan tersebut dengan harga murah karena tidak sanggup beroperasional lagi. Maka setelah mencari informasi dari berbagai pihak (Pastor Paroki Berastagi, Dewan Paroki, dan Dinas Kesehatan setempat yang sangat mendukung kehadiran para suster SFD) dan dikonsultasikan kepada Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Anisetus B. Sinaga OFMCap, juga para Ministra Komunitas dan Dewan Komunitas wilayah Sumatera Utara diputuskan dalam rapat Ministra Umum dan Dewan Umum untuk membeli tanah dan bangunan tersebut guna pengembangan klinik Bhakti Murni Kabanjahe karena letaknya yang sangat strategis.
Bersama Bapak Nainggolan dari CV Dian Nusantara Medan akhirnya direncanakan tempat pertemuan yang nyaman, klinik rawat inap, dan untuk wisma lansia bagi umum dengan merehab ruangan- ruangan kelas menjadi kamar- kamar, ruang doa, dan kelengkapan komunitas. Klinik yang direncanakan ini merupakan pengembangan Klinik Bhakti Murni Kabanjahe. Pemberian nama “Susteran Mary Home” mengacu pada Komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe tetap mengambil nama Maria dan Bunda Maria sebagai pelindung komunitas Mary Home- Berastagi- Raya.
Pada tanggal 21 Januari 2019 pemberkatan Klinik dan Komunitas Mary Home oleh Mgr Anisetus B. Sinaga OFMCap dihadiri oleh para suster SFD, para guru dan anak- anak yang mendukung dalam pentas seni, Dinas Kesehatan terkait, Pastor Paroki Berastagi, umat wilayah juga pemuka umat di sekitar daerah itu.
Sekarang sudah digunakan untuk pertemuan- pertemuan para suster sembari melanjutkan pembangunan untuk wisma lansia dan penambahan ruangan- ruangan untuk keperluan pertemuan.
1. Komunitas Santo Fransiskus Jl. Palang Merah Medan
2. Komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe
3. Komunitas Alverna Saribudolok
4. Komunitas Santa Klara Binjai
5. Komunitas St Fransiskus Tigabinanga
6. Komunitas St Fransiskus Haranggaol
7. Komunitas St Fransiskus Percut
8. Komunitas St Fransiskus Pasar VIII
9. Komunitas St Fransiskus Pematang Siantar
10. Komunitas Postulat Hati Kudus Yesus Medan
11. Komunitas Portiuncula Namopecawir
12. Komunitas Fioretti- 1 Kabanjahe
13. Komunitas Fioretti -2 Kabanjahe
14. Komunitas St Fransiskus Asisi Takengon-Aceh
15. Komunitas Novisiat Hati Kudus Yesus Medan
16. Komunitas Mary Home - Berastagi – Raya
1. Komunitas Santo Fransiskus Jl. Palang Merah Medan ( 17 April 1923 )
Sejarah singkat
Pada waktu itu Mgr. Mattias Brans meminta dan mengundang Kongregasi Suster- Suster Fransiskanes Dongen (SFD) untuk berkarya di Medan-Indonesia. Adapun aksi misi yang suci yaitu mengembangkan daya yang mengagumkan, menyampaikan Kabar Gembira menuju Indonesia, menemukan jiwa- jiwa yang tersesat, jiwa- jiwa yang masih dalam kegelapan, biar mereka mengenal-Nya, Sang Surya bagi seluruh Alam.
Dewan Pimpinan pada waktu itu adalah Mere Bertille menyetujui aksi misi yang mulia itu dengan mengirimkan 6 (enam) missionaris untuk tugas perutusan tersebut. Pada tanggal 17 Maret 1923 berangkatlah 6 (enam) suster misi Dongen ke Medan. Mereka adalah Sr.Edmunda Muller dari Amsterdam; Sr. Hildegardis de Wit dari Amsterdam; Sr. Salesia Hazelzet dari Amsterdam; Sr. Pudentiana Cuelenaere dari Aardenburg, Sr. Laurentine Pijnenburg dari Alphen dan Sr. Leo Pelkmans dari Tereringen. Mereka adalah puteri sulung Kongregasi SFD sebagai missionaries pertama di Medan –Sumatera Utara.
Para missionaries SFD tiba di Medan pada tanggal 17 April 1923 dan tinggal sementara di sebuah rumah milik keluarga Cina, di seberang gereja. Dalam beberapa ruangan, gedung pertemuan Katolik disiapkan 3 kelas untuk SD, sedangkan serambi belakang rumah suster disulap menjadi Frobel (TK) yang sementara.
Pada waktu itu terjadilah kekeliruan yang fundamental, suatu salah pengertian, yang cukup besar. Ketika itu, Mere Bertille dan dewannya di Nederland selalu berpikir bahwa lapangan kerja pertama menyangkut suatu sekolah Belanda – Tionghwa HCS (Hollands- Chinese School), tetapi waktu sampai di Medan ternyata yang dibutuhkan adalah sekolah untuk anak – anak Eropah atau anak – anak tuan kebun maka misi untuk anak – anak pribumi tidak akan terangkat dari keterbelakangan. Misi suster- suster missionaries adalah keberpihakan pada anak- anak pribumi, anak- anak yang susah, anak –anak remaja dan memberikan pengajaran ketrampilan bagi ibu- ibu seperti yang dilakukan para suster di Dongen karena untuk itulah aksi misi pengiriman missionaries SFD ke Medan. Suster – suster yang berkarya sebagai guru yang tersebar luas di Nederlands mulai menerima gaji dan dana tersebut digunakan untuk aksi misi di Medan – Sumatera.
Pastor de Wolf sebagai pastor paroki di Medan mengetengahi kekeliruan itu dan berpendapat jalan yang terbaik untuk bekerja dengan hasil yang baik, mulailah dengan sekolah eropah. Maka tanpa ragu – ragu para suster menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Mere Bertille mengirim telegram dari Dongen, bahwa beliau menyetujui rencana baru, sesudah disetujui olen Mgr.Mattias Brans.
Pada Pesta Visitasi Maria, 02 Juli 1923, sesudah perayaan Ekaristi, sekolah – sekolah diberkati oleh pastor. Sebagai nama pelindung adalah Sint Joseph. Nama lengkap sekolah adalah Gesubsidierde Rooms Katholieke Europese Lagere School Sint Joseph (Sekolah Rendah Roma Katolik Santu Joseph bersubsidi). Maka ditetapkan Kepala Sekolah yang pertama dan Guru Kelas satu Sint. Joseph adalah Zr. Salesia Hazelzet. Untuk Kelas dua dan tiga adalah Zr. Hildegardis, Untuk Guru Frobel (TK) adalah Zr. Laurentine Pijnenburg, dan untuk kursus menjahit adalah Zr. Pudentiana Cuelenaere, Zr. Edmunda dan Zr. Pudentiana membantu di Petisah untuk orang India Tamil dengan kegiatan kursus pekerjaan tangan. Mereka juga memulai kursus kerja tangan dengan jumlah murid 12 orang. Sesudah itu 1930 dibuka asrama putera - puteri di Jl. S. Parman.
Kemudian tanggal 08 Desember 1941 mulai perang Jepang. Jepang mendarat di Medan. Sekolah Sint Joseph dan internaat atau asrama dianggap daerah berbahaya karena dekat dengan Stasiun Kereta Api. Suster- suster terpaksa meliburkan sekolah dan anak- anak internaat dipulangkan. Suster- suster bergabung ke Internaat Assisi di Jl. S. Parman. Tanggal 01 Januari 1942 para suster mulai mencari tempat berlindung karena tentara Jepang membom lapangan terbang di Medan. Bulan Februari 1942 tentara Jepang mendarat di Medan dan para pengungsi dari Aceh yaitu anak – anak perempuan tiba di Medan dengan jumlah 80 orang. Mereka masuk ke Internaat Assisi dan Sekolah Sint. Joseph dipenuhi anak- anak.
Pada tanggal 13 Maret 1942 tentara jepang tiba di Medan. Suster- suster dan para pengungsi dari Internaat Assisi terpaksa keluar. Orang Belanda tidak boleh lagi nampak di rumah. Tanggal 13 April 1942 suster- suster harus meninggalkan Internaat Assisi dan dipenjarakan di Pulau Brayan, dekat Belawan di Kompleks Perumahan Deli Spoorwghmatschappj yang dipagar kawat duri dan dijaga oleh tentara Jepang.
Di antara tawanan itu ada anak - anak Belanda yang berjumlah 2.500 orang dan 26 suster. Para suster dan anak- anak mengalami derita dan kelaparan. Seorang suster matanya hampir buta karena setiap hari memasak untuk 500 orang dengan kayu bakar yang basah dan banyak mengeluarkan asap. Ada lagi suster yang hilang ingatan karena banyak mengalami kesusahan dan juga tidak luput dari fitnahan orang- orang yang tidak bertanggungjawab. Para suster tetap memberikan pelajaran kepada anak- anak secara sembunyi-sembunyi dalam kelompok kecil. Mereka juga mengurus dan mengasuh anak- anak kecil yang ibunya sakit ataupun sudah meninggal dunia.
Setelah beberapa waktu para suster dipindahkan lagi ke SD. Santo Yoseph sekarang. Pada waktu itu SD. Sint Joseph berfungsi sebagai rumah sakit untuk orang - orang yang paling parah dari kamp-kamp (penjara). Perang semakin memburuk, para suster dipindahkan lagi ke Kamp Aek Pamingke di Aek Kanopan. Oktober 1945 para suster keluar dari Kamp Aek Pamingke.
Mereka naik kereta api ke Medan. Ketika tiba di Medan mereka tidak boleh kembali ke internaat atau susteran sekarang karena komunitas tersebut didiami oleh keluarga – keluarga Ambon. Maka untuk sementara waktu para suster tinggal di SD. Sint. Joseph.
Setelah perang, keadaan semakin membaik. Para suster dianjurkan dokter supaya pulang ke Nederlands untuk memulihkan kesehatan mereka. Anak-anak yang menjadi yatim piatu disebabkan oleh perang dikembalikan kepada keluarga atau family mereka di Nederlands. Tahun 1946 sebahagian rumah suster sudah ditinggalkan oleh Keluarga- keluarga Ambon dan para suster diperbolehkan memasuki rumah Jl. Palang Merah 15 sekarang. Jumlah suster waktu itu tinggal 7 (tujuh) orang. Mereka kembali membenahi rumah dan memulai pengajaran dan pendidikan.
Akhirnya tanggal 1 Agustus 1947 Frobel (TK) dan SD Sint. Joseph dapat dibuka resmi. Murid-murid pertama dari sekolah pendidikan itu adalah anak-anak dari sultan. Tahun 1954 Pemimpin Umum berkunjung ke Medan.Waktu ada perubahan di Medan, yaitu diadakannya :1) Sekolah Putri berbahasa Indonesia; 2) Sekolah Putra berbahasa Indonesia; dan 3) Sekolah putra dan putri bersama-sama Bahasa Belanda. Demikianlah sejarah awal para suster missionaries SFD yang menangani karya pendidikan di Keuskupan Agung Medan.
Selanjutnya karya-karya yang dikelola oleh suster-suster missionaries dilanjutkan oleh Para suster pribumi. Menurut data yang ada karya pendidikan di sekolah TK, SMP dan SMA mengalami kejayaan dan banyak jumlah siswa-siswinya. Namun 10 tahun terakhir ini mengalami kemunduran. Jumlah siswa yang dididik di sekolah mengalami kemunduran. Adapun usaha yang dilakukan untuk menambah jumlah murid adalah dengan membuka Asrama Putri St.Theresia yang didampingi oleh para suster komunitas. Jumlah asrama puteri yang sekarang 60 orang. Umumnya mereka berasal dari pulau dan kota lain. Asrama ini dibimbing olen Tim namun anggota komunitas wajib bertanggungjawab dan ikut mengawas anak- anak asrama belajar. Besar harapan kita karya pendidikan yang ada di Jl. Palang Merah ini kiranya perlahan-lahan bertambah jumlah muridnya. Demikian sejarah komunitas yang dapat kami tuliskan.
Visi :
Komunitas tempat kasih persaudaraan yang beriman, yang dijiwai semangat rendah hati, seturut teladan Bapa Santo Fransiskus.
Misi :
1. Terbuka pada situasi dan tuntutan zaman dengan meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia yang diwujudkan dalam Ekaristi, doa pribadi, doa bersama dan kerasulan.
2. Menciptakan komunitas bahagia dalam keheningan melalui sikap disiplin, tulus, jujur dan dewasa.
3. Membangun sikap tanggung jawab untuk menjaga nama baik seluruh anggota komunitas.
2. Komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe
Sejarah singkat
Komunitas Maria Ratu Damai didirikan pada tahun 1954
Seiring dengan perjalanan waktu dan melihat adanya minat putri-putri pribumi untuk terlibat sepenuhnya dalam karya missionaries, maka pada tahun 1955 dibukalah NOVISIAT untuk mendidik para suster generasi muda (NGUIS).
Sebagai ibu novis (magistra) yang pertama adalah Zr. Mauritia SFD.
Para suster juga ingin melayani kesehatan masyarakat setempat. Maka dibukalah Poliklinik untuk merawat orang sakit, yang sampai kini masih sangat diminati masyarakat, karena pelayanan yang penuh kasih oleh tangan-tangan yang penuh kasih dari para Tim medis yang berkarya sampai saat ini.
Disamping bidang kesehatan, pendidikan di sekolah pun di perhatikan, maka pada tanggal 01 Agustus 1954 di bukalah TK SINT XAVERIUS, yang sampai saat ini juga masih termasuk dalam sekolah yang dimnati oleh masyarakat dan sangat berkembang dengan baik.
Dan pada tahun 1990 Suster Fransiskanes Dongen menangani kembali SD St.Yoseph di Jl. Let Rata Perangin-angin. SD St. Yoseph Kabanjahe ini juga sangat diminati oleh masyarakat, terbukti dari jumlah murid yang sangat banyak dan berbagai prestasi diraih dengan baik dan sampai saat ini berkembang dengan suburnya. Suster Fransiskanes Dongen senantiasa ingin mengangkat harkat wanita, karena itu didirikanlah asrama untuk para putri yaitu asrama Putri St Theresia, dan karena berbagai pertimbangan dan demi kepentingan SD St. Yoseph maka disepakati untuk menggabungkan asrama St. Theresia Kabanjahe ke Asrama Putri Raymarkers dan hal ini juga demi efisiensi dan efekatifitas pendmpingan asrama di Kabanjahe.
Visi : “ Hidup Damai Dalam Persaudaraan”
Misi :
a. Hati terbuka akan sebagai Tuhan, dan rela menerima keberadaan sesama.
b. Memupuk kerjasama dalam tugas perutusan
c. Peka akan situasi dari anggota komunitas
3. Komunitas Alverna Saribudolok
Sejarah singkat
Komunitas Alverna Saribudolok didirikan pada tahun 1958. Susterran Alverna terletak di daerah Simalungun, tepatnya di Saribudolok. Letaknya sangat strategis untuk tempat persinggahan ke segala penjuru antara Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun dan Deli Serdang. Iklimnya sangat sejuk. Bahasa yang digunakan pada dasarnya adalah bahasa Simalungun, bahasa Toba dan bahasa Karo. Para Suster yang tinggal di Komunitas Alverna Saribudolok sangat senang dengan keanekaragaman adat istiadat dan budaya. Berdirinya Komunitas Alverna Saribudolok ini diprakarsai oleh Pastor Kapusin dan para suster Misionaris yang berasal dari Negeri Belanda yaitu Sr. Bibiana dan Sr. Antonetta. Sebelum menetap di Saribudolok ke dua Suster ini sering pulang pergi ke Kabanjahe (Tanah Karo).
Kegiatan Suster pendahulu ini pertama untuk membantu kehidupan rumah tangga Pastor Kapusin (Oppung Dolok) dan memulai karya pendidikan serta Pastoral, asrama, SKKP (yang sekarang menjadi SMP Bunda Mulia) dan pada tahun 1968 dibuka SD Don Bosco serta karya kesehatan Klinik St. Fransiskus Assisi. Suster pribumi yang pertama berkarya adalah Sr. Monika Lingga (+) beserta suster-suster yang lainnya. Syukur kepada Tuhan bahwa sampai sekarang kehadiran SFD dan karyanya tetap diminati seluruh masyarakat sekitarnya. Sampai sekarang karya-karya yang telah dimulai para suster SFD terdahulu, tetap dilanjutkan, baik karya pastoral dalam kegiatan menggereja maupun karya pendidikan serta karya kesehatan. Sampai saat ini para suster SFD tetap aktif dan ambil bagian dalam seluruh kegiatan paroki, stasi, lingkungan dan ikut menjadi DPP (Dewan pastoral Paroki). Selain itu para suster juga membantu dalam bidang pendidikan baik di SMP Bunda Mulia maupun di SMA Van Duynhoven yang dikelola oleh Yayasan St. Yoseph KAM. Inilah sejarah singkat Susteran Alverna Saribudolok, semoga bermanfaat bagi kita.
Visi:
Persekutuan membangun persaudaraan berdasarkan cinta Tuhan yang penuh kasih kepada semua orang
Misi:
a. Saling mendekati penuh kerahiman hati yang ditopang doa bersama dan pertobatan yang terus menerus.
b. Siap terbuka bagi kebutuhan zaman seturut Yesus Kristus dalm mendampingi kaum muda, orang sakit dan anak-anak
c. Turut ambil bagian dalam pengembangan dan kebutuhan gereja setempat.
4. Komunitas Santa Klara Binjai
Sejarah singkat
Awal berdirinya komunitas St. Klara Binjai sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat,komunitas St. Klara berdiri pada 1980, dimulai oleh Sr. Edmunda, Sr. Helena, Sr. Veronika dan Sr. Henrika. Pada awalnya mereka tinggal dalam rumah kontrakan, kemudian sekitar lima (5) tahun para suster tinggal di Pastoran, dibelakang gereja yang sekarang dan lima tahun kemudian, sekitar tahun 1998 dibangunlah rumah untuk komunitas para Suster berkat bantuan P. Migel yang membantu proses pembelian tanah untuk lokasi rumah suster yang sekarang menjadi Komunitas St. Klara Binjai.
Karya-karya pelayanan di sekitar komunitas St. Klara Binjai, mengalami perkembangan, mulai dari TK, SD, Kantin dan Asrama Putra meski kecil tetapi sangat dibutuhkan masyarakat. Asrama Putra di Binjai sangat membutuhkan perhatian untuk membangun gedung, supaya layak menjadi rumah bagi anak-anak asrama putra. Selain karya-karya milik Kongregasi, ada pula karya keuskupan yang menjadi tanggungjawab para suster yang tinggal di Komunitas Binjai, seperti penanggungjawab asrama putrid an kepala SMA St. Thomas 4 Binjai. Demikian terjadi sampai LPJ ini ditulis pada periode 2015-2019.
Visi:
Membangun persaudaraan yang sejati berlandaskan Cinta Kasih dan mencintai semua orang seperti mencintai diri sendiri.Sumber; Buku Muder Yohana Yesus (hal 115 )
Misi:
Membangun kerja sama yang baik dengan semua pihak; (gereja, masyarakat) dan di unit kerja dalam tugas perutusan, melayani dengan penuh kasih, tanggap akan kebutuhan jaman.
5. Komunitas St Fransiskus Tigabinanga
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1983 dengan menyewa rumah di Jalan Kota Cane kemudian pindah ke kompleks Asisi dekat pastoran menempati gedung milik Keuskupan. Suster yang pertama menempati komunitas tersebut adalah: Sr. Martina Bangun, Sr. Bonifasia Ginting dan Sr. Henrika Saragih.
Kehadiran para susterdiinginkanuntuk terlibat dalamkarya kerasulan, dan setelah melihat situasi masyarakat setempat membutuhkan kesehatan dan pendidikan, makapara suster berinisiatif untuk membuka Poliklinik, TK dan SD.
Pada tanggal 20 Februari 1988 dibangunlah rumah baru satu kompleks dengan TK, SD dan Poliklinik. Satu ciri khas yang tak dapat dilupakan SFD adalah menampung putri- putri di asrama. Dan sampai sekarang karya-karya sekitar komunitas Tigabinanga dapat berlangsung dengan baik, perlahan tapi pasti.
Visi:
Hidup dalam persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang yang senantiasa menjiwai, menyemangati setiap anggota komunitas
Misi: Menciptakan kedinaan hidup secara pribadi dan dalam persaudaraan, melayani dengan tangan terbuka bagi mereka yang membutuhkan.
6. Komunitas St Fransiskus Haranggaol
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1988 dengan menempati asrama lama sebagai tempat tinggal sementara. Suster yang pertama merintis komunitas ini adalah: Sr. Vinsensia dan Sr Wilfrida, kemudian menyusul Sr. Bernadeth Saragih melayani orang sakit setiap hari Senin. Kehadiran para suster diharapkan masyarakat untuk menangani Poliklinik, kerasulan dan TK.
Tanggal 4 Maret 1990 para suster menempati rumah baru dan yang tinggal dalam komunitas ini adalah: Sr. Bernardeth Saragih dan Sr. Albertha Purba.
Komunitas St. Fransiskus Haranggaol mengelola karya TK dan Klinik. Pertumbuhan karya di Haranggaol merupakan pertumbuhan yang mengalami proses yang baik. Di sekitar Komunitas Haranggaol belum banyak karya pelayanan yang dibangun, lahan lumayan luas dan selama ini lebih sering kosong dan kadang digarap dengan menanam tanaman ala kadarnya. Dan sampai penulisan LPJ pada periode ini (2015-2019) masih mengalami kesulitan untuk mengurus dokumen kepemilikan tanah.
Visi:
Semangat doa dalam persaudaraan
Misi:
Tekun dalam menjalankan doa bersama dan pribadi
Saling mendoakan dalam persaudaraan
Memperhatikan masyarakat dan orang kecil lewat doa dan pelayanan
7. Komunitas St Fransiskus Percut
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1990 sebelumnya Sr. Yosefa Sihotang dari Binjai melayani orang sakit satu kali dalam seminggu. Sr. Bernarda dari Medan setiap hari mengajar di SD dan SMP Sei Tuan Deliserdang. Kehadiran suster bermotivasi untuk menolong orang kecil dengan cara mengobati orang yang sakit. Suster pertama menempati komunitas ini adalah: Sr. Hyasinta, Sr. Selestina dan Sr. Ansilla.
Proses perjalanan pertumbuhan Komunitas St. Fransiskus Percut, sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan persaudaraan, karena karya pelayanan tidak mengalami kemajuan, setiap bulan harus disubsidi, baik di karya pendidikan maupun karya kesehatan. Syukur karean Yayasan Don Bosco masih membutuhkan tenaga dari Kongregasi sehingga kehidupan komunitas agak terbantu. Berbagai upaya telah dilakukan, baik mengganti person sebagai penanggungjawab karya, maupun pengamatan dan dialog dengan pastor paroki, perwakilan umat, untuk mencari penyebab kemandekan karya pelayanan yang ada di Percut.
Visi:
Persekutuan yang membangun persaudaraan dengan menganggap setiap orang adalah saudara.
Misi:
Menerima dan menghargai setiap pribadi, mengampuni dan melayani setiap orang tanpa membeda- bedakan.
8. Komunitas St Fransiskus Pasar VIII
Sejarah singkat
Komunitas ini berawal dengan mengontrak rumah di Simpang Pos. Pada tahun 1993, Komunitas ini pindah ke rumah pembinaan di Komunitas Pembinaan SFD di Pasar 8 Medan, dengan jumlah anggota tiga orang suster yaitu: Sr. Sesilia Ginting SFD ( + ) bertugas di SLB dan Sr. Alberta Purba SFD bertugas sebagai Bendahara Yayasan Setia dan melaju ke Jl. Palang Merah Medan dan Sr. Antonella Damanik SFD bertugas di SLB dan rumah tangga. Komunitas ini pindah karena ada bantuan dari Pemerintah untuk pembangunan gedung baru untuk sekolah anak-anak SLB- C Karya Tulus.
Pada tahun 1996 calon pun semakin berkurang, maka untuk memanfaatkan ruangan-ruangan yang semula diperuntukkan untuk Novisiat SFD dan Postulan, digunakan untuk beberapa Suster yang Studi yang di UNIKA dan AKPER ST. ELISABETH MEDAN.
Tahun 1998 Sekolah SLB-C Karya Tulus, mengembangkan sayap lagi karena lokasi di Pasar 8 kurang memadai untuk anak-anak SLB-C yang sebenarnya harus tinggal di asrama supaya pembinaannya lebih intensif. Oleh karena itu kita mendapat bantuan lagi dari donatur untuk membangun gedung sekolah SLB dan gedung asrama. Maka anggota Komunitas St. Fransiskus Pasar 8 kembali dihuni oleh suster-suster yang studi dengan Ibu Komunitas dipercayakan kepada Sr. Florensia dan hal ini berlangsung selama tiga tahun.
Tahun 2001, kembali komunitas dihuni oleh Suster yang berkarya dan yang suster yang studi yang didampingi oleh Sr. Anna Maria Situmorang dengan tugas guru SMP St. Maria Jl. Palang Merah Medan. Tahun 2002, anggota komunitaspun semakin beragam dengan kondisi kantor Yayasan Setia yang bertentangga dengan Komunitas St. Fransiskus Pasar 8 Medan, maka semua suster yang menjadi Pengurus Yayasan Setia dan suster yang bertugas sebagai pegawai pembukuan Yayasan Setia, berkomunitas di Komunitas ini. Adapun penanggung jawab Komunitas ini adalah Sr. Bonifasia Ginting SFD.
Pada tahun 2004, Sr. Martina Bangun SFD menjadi Pimpinan Komunitas ini yang dibantu oleh Sr. Theresita Sinaga SFD yang ketika itu juga bertugas sebagai Pembimbing Suster Yunior. Pada saat ini Komunitas ini menjadi Komunitas DPU dan Para Suster yang bertugas di Yayasan Setia pindah ke Komunitas St. Fransiskus Jl. Palang Merah Medan.
Visi:
Persekutuan yang menghidupi semangat kemiskinan, kerendahan yang mencintai dan meninggikan setiap orang dalam kegembiraan sejati.
Misi:
Menciptakan persaudaraan yang sehati sejiwa melalui doa dan matiraga, memberi diri, membuka hati serta peka dan penuh perhatian terhadap sesame lingkungan sekitar.
9. Komunitas St Fransiskus Pematang Siantar
Sejarah singkat
Komunitas ini dimulai pada tahun 1991 dengan motivasi diperuntukkan bagi para suster yang studi di Pematangsiantar. Komunitas St. Fransiskus Pematang Siantar yang khusus untuk para Suster student masih tetap dipertahankan tetapi agar kehidupan para suster student lebih terjamin, maka ditambah tenaga Suster sebagai Ministra Komunitas dan berkarya sebagai bendahara Paroki Batu Lima Pematang Siantar. Sampai LPJ ini ditulis pada periode (2015-2019) demikian kehidupan komunitas terlaksana. Komunitas ini tidak terlalu sering mengalami mutasi karena kondisi suster yang studi. Meskipun sebagai seorang student mereka memiliki kesibukan yang luar biasa, tetapi mereka tetap terlibat aktif dalam tugas pastoral, sebagai penanggungjawab BIA, Areka, OMK dan sebagai anggota DPP, juga sebagai petugas liturgy lainnya.
10. Komunitas Postulat Hati Kudus Yesus Medan
Sejarah Singkat
Novisiat yang pertama berdiri pada tahun 1955 yang berdomisili di Kabanjahe tanah Karo Sumatera Utara. Novis dibina dan didampingi di Komunitas ini. Seiring dengan perkembangan karya, komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe dirasa kurang mendukung bagi pembinaan para calon khususnya para novis karena komunitas novisiat bersatu dengan komunitas suster yang berkarya, dan berdampingan dengan sekolah TK, SD dan Asrama Putri. Maka novisiat dipindahkan ke Pasar VIII Medan. Komunitas ini berdiri pada tahun 1992 dengan tujuan sebagai rumah pembinaan” Novisiat”. Beberapa tahun kemudian menjadi komunitas Postulan adapun alasan utama Novisiat dipindahkan ke Medan adalah:
Untuk memenuhi kebutuhan rohani para novis dan didukung dengan lingkungan yang tenang dan hening.
Tenaga pengajar, tentulah dikota Medan lebih mudah mencari tenaga pengajar baik suster SFD maupun Pastor atau Frater.
Mungkin dengan dipindahkan panggilan semakin bertambah.
Pada tanggal 27 Juni 1992 Novisiat diberkati oleh yang Mulia Mgr. A.G Pius Datubara OFM Cap, uskup keuskupan Agung Medan. Dan diresmikan oleh Sr. Rafael Kops SFD, sebagai Pimpinan umum SFD. Pada Perayaan ini juga diterima 19 orang Postulan memasuki tahap Novisiat. Para novis yang tinggal dikomunitas ini berjumlah 34 orang. Novis I berjumlah 19 orang dan Novis II 15 orang. Pemimpin Novis pertama dikomunitas Pasar VIII Medan adalah Sr.Kresensia Sipayung, SFD ( Almarhum). Sehubungan dengan rencana panjang unifikasi regio Sumatera Utara dan regio Jawa Kalimantan, maka pada tahun ajaran 1995/1996 Novis I dipindahkan ke Pati Jawa tengah dan Novis II tetap di Pasar VIII-Medan. Pada tahun ajaran 1996/1997 Novis II hanya 6 orang menempati komunitas ini, sementara novis II akan mengikuti kursus gabungan Novis (KGN) di Bina Samadi Pematang siantar. KGN ini berlangsung 2 gelombang dengan waktu yang lumayan lama sekitar 50 hari/ gelombang dan menjalani masa stage di komunitas-komunitas. Pada pertengahan bulan Januari tahun 1997 Postulan dari jalan palang merah pindah ke Pasar VIII ke Novisiat didampingi Sr. Anastasia SFD, sebagai pemimpin Postulan. supaya ada yang tinggal di komunitas selama novis II mengikuti KGN. Maka mulai pada bulan Januari 1997 postulant berdomisili di Pasar VIII Padang Bulan-Medan bersama dengan novis II. Pada tahun ajaran 2003/2004 komunitas ini menjadi komunitas postulant dan rumah pembinaan suster-suster SFD Sumatera-Utara
Situasi dan kondisi komunitas Postulan
Pada Tahun 2015, situasi Rumah Novisiat di Yogyakarta yang memprihatinkan sudah tidak layak dihuni karena bangunan yang sudah tua dan dimakan rayap. Dalam Kapitel tanggal 1-7 Juli 2015 diputuskan untuk sementara Novisiat dipindahkan ke Medan yang selama ini sudah ditempati oleh Postulan. Maka dengan demikian rumah pembinaan untuk postulan dipindahkan ke rumah yang lebih kecil dijalan bunga terompet VII No. 30 ( disamping kantor Yayasan Setia Medan) pasar VIII padang Bulan Medan. Selama satu tahun, pada tahun 2016 diadakan evaluasi bahwa Rumah tersebut kurang efektif dalam pembinaan postulan karena terlalu sempit dan kamar tidak cukup untuk 10 orang dan ruang doa yang sangat sempit. Karena rumah tersebut memang rumah keluarga. Pada tahun 2016 rumah pembinaan Postulan tersebut ditinjau ulang dan dipindahkan ke jalan Palang Merah no 15 Medan di komunitas para suster dilantai III, demikian berjalan pembinaan Postulan sampai tahun 2019 di jalan Palang Merah no 15 Medan. Rumah pembinaan postulan ini di buatkan ruangan cukup walaupun para postulan dalam satu amar 3-4 orang. Namun sudah lebih luas dengan adanya ruang studi, ruang makan yang cukup dan ruang cuci. Tenaga pengajar melibatkan para suster dari komunitas, pastor OFM Conv, dan pastor dari Paroki jalan Pemuda no. 1 Medan.
Visi
Mengikuti perjalanan Yesus membentuk manusia religius dina berdasarkan “batu penjuru” yang dibuang oleh manusia tetapi dicintai dan ditinggikan Bapa.
Misi:
Dalam Proses pembinaan setiap pribadi harus:
Siap dan terbuka untuk dibentuk menjadi SFD dina dan Roh pemersatu.
Menghayati dan meneladan Yesus sebagai “batu penjuru” yang dibuang oleh manusia tetapi dicintai dan ditinggikan oleh Allah.
Tekun dalam membina dan mendalami spiritualitas Kongregasi baik secara pribadi maupun bersama.
Setia mengikuti proses pembinaan sebagai sekolah hidup dengan mengikuti perkembangan ilmu pendidikan dan tehnologi ( IPTEK) yang mendukung hidup sebagai religius dina.
Siap sedia dan rela diutus sesuai kebutuhan Kongregasi
11. Komunitas Portiuncula Namopecawir
Sejarah singkat
Pada tahun 1980, sebenarnya karya sosial SLB sudah dijajaki oleh Sr. Lambertha, SFD. ( Suster yang berasal dari Belanda) di Medan. Karena berbagai alasan termasuk sekolah yang belum ada beliau memulainya dan mengajar di SLB Negeri Jl. Adi Negoro No. 2. Medan Seiring dengan perjalanan waktu, Kongregasi melihat bahwa karya ini sangat dibutuhkan terutama semakin banyaknya anak-anak yang membutuhkan jenis layanan tersebut. Pada tanggal 17 Juli 1987, dengan persetujuan Bapa Uskup Agung Medan , Mgr. AGP. Datubara sekolah ini resmi dibuka dengan nama SLB-C Karya Tulus, di Jl. Palang Merah no. 15 Medan, yang melayani khusus pendidikan bagi anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Sr. Sesilia Ginting, SFD menjadi Kepala Sekolah. Pada tahun pertama jumlah siswa 15 orang dan sampai akhir tahun ada 25 orang.
Demikianlah, jumlah murid terus bertambah dan akhirnya mengalami kesulitan dengan lokasi karena sudah terlalu sempit. Berkaitan juga dengan permintaan beberapa orang tua supaya diadakan asrama untuk siswa-siswa SLB. Maka pada tahun 1997 berkat kerjasama Sr. Sesilia Ginting, SFD dengan P. Razolli, OFMConv ditemukanlah lokasi yang tepat di daerah Namopecawir-Tuntungan. Itupun setelah melalui beberapa tempat yang sudah sempat dipakai untuk sekolah seperti di Jl. Jamin Ginting No. 9 Simpang Pos dan Jl. Ngumban Surbakti-Pasar VIII Padang Bulan Medan.
Karena dinilai masih kurang tepat, maka dicarilah lokasi di daerah Namopecawir-Tuntungan dengan alamat: Jl. Namopecawir, Dusun III, Kel. Tuntungan II, Kec. Pancur Batu Kab. Deli Serdang. Dari Jl. Jamin Ginting, simpang Tuntungan dapat ditempuh selama 15 menit perjalanan dengan mobil. Dari Jl.Tuntungan (simpang Jl. Namopecawir) berjarak 700 m ke Lokasi SLB-C Karya Tulus.
Di lokasi ini dibangunlah Sekolah dan Asrama untuk anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Juga Komunitas untuk tempat tinggal para Suster yang melayani di tempat ini. Pada tanggal 4 Juni 2001 diresmikanlah gedung SLB-C dan Komunitas diberkati oleh Uskup Agung Medan, AGP. Pius Datubara OFMCap. Dimana sebelumnya sudah ditempati para Suster dan anak-anak SLB. Tahun 2001, dengan 4 Suster: Sr. Sesilia Ginting, SFD, Sr. Avelina Ginting, SFD, Sr. Klemensia Simbolon, SFD dan Sr. Oktavia Tarigan, SFD. Dengan nama: Komunitas SFD Portiuncula.
Komunitas ini mengalami pertumbuhan yang baik, anggota komunitas silih berganti, tetapi ada tenaga suster yang sangat cocok di unit SLB C karena latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Karya-karya di sekitar komunitas Portiuncula Namopecawirpun mengalami pertumbuhan yang baik dan sudah didirikan TK St. Maria Namopecawir untuk mendukung kehidupan komunitas Namopecawir. TK St. Maria masih menggunakan rumah kontrakan sampai LPJ ini ditulis.
Visi
Komunitas tempat kasih persaudaraan, yang melayani orang kecil dan lemah seturut teladan Bapa yang mencintai dan meninggikan setiap orang yang dicintaiNya.
Misi
Siap sedia melayani mereka yang mengalami keterbelakangan mental, yang dijiwai dengan semangat Perayaan Ekaristi , doa bersama, pribadi dan semangat berkorban yang tinggi
Menciptakan Komunitas yang bahagia, dengan kerjasama dan saling pengertian, serta jujur dan tulus.
Membangun sikap tanggung jawab dalam tugas pelayanan untuk nama baik karya dan komunitas.
12. Komunitas Fioretti- 1 Kabanjahe
Sejarah singkat
Seiring dengan perkembangan zaman, Kongregasi SFD juga menyesuaikan diri dengan mengembangkan sayap, melalui karya yang dikelola bagian Pendidikan. Sekolah SD yang sedang di kelola semakin berkembang maka baik kalau ada sekolah lanjutannya yakni SMP. Sehingga didirikan sekolah SMP dan dimulai di Jln Letnan rata perangin-angin. Setelah beberapa tahun siswa semakin bertambah jumlahnya, maka di cari tempat yang lebih luas dan didirikan SMP yakni, di Jln Jamin Ginting gang Garuda no 100. Kabanjahe Tanah Karo.
Karena jarak antara sekolah dan komunitas agak lumayan jauh maka pada tahun 2000 beberapa suster tinggal disana yakni, Sr. Delfina Sitinjak, (Piko) Sr.Irene, Sr.Marta, Sr.Roberta. (anggota komunitas) Sebelum didirikan komunitas para suster menggunakan gedung sekolah jadi tempat berkomunitas.
Tidak lama kemudian dibangunlah komunitas suster, dan diberkati pada tanggal 14 April 2002 ,komunitas para suster yang baru dengan nama Pelindung Fioretti, diresmikan oleh P. Leo Jousten OFM Cap. Dalam komunitas ini PIKO adalah Sr. Delfina, tidak lama kemudian didirikan satu karya yakni Asrama Putra. Pada tahun 2004 yang menjadi piko Sr. Delfina, dan wakil Sr. Margaretha.
Komunitas Fioretti dan karya yang disekitarnya mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat baik, terbukti dengan jumlah anak asrama, murid di sekolah sangat banyak. Karya-karya kita di tempat ini sangat diminati oleh masyarakat. Anggota komunitas silih berganti sesuai dengan waktu mutasi masing-masing sampai LPJ ini ditulis.
Visi : Komunitas terbuka dalam membagun persaudaraan sejati dan rela menjadi abdiNya.
Misi : Menyapa dengan ramah satu sama lain, membina kaum muda untuk beriman, berbudi luhur, berilmu serta terbuka pada kemajuan jaman.
13. Komunitas Fioretti -2 Kabanjahe
Sejarah Komunitas
Berdasarkan pengalaman para suster yang berkarya di asrama putri Raaymarkers Kabanjahe yang harus mengikuti acara persaudaraan di Komunitas Fioretti 1 yang dilalui dengan berjalan kaki pada malam hari dengan cuaca yang sangat dingin menjadi kendala dalam pelayanan dan pendampingan yang lebih maksimal bagi anak-anak asrama sesuai dengan warisan Muder Konstantia van der Linden. Maka dalam rapat Dewan Pimpinan Umum diputuskan para suster tinggal di asrama putri Raaymarkers sebagai komunitas Fioretti 2 Kabanjahe secara interen sejak bulan Juli 2104. Komunitas Fioretti 2 dalam pengelolaan dan acara persaudaraan komunitas dilaksanakan secara mandiri. Namun dalam perayaan ekaristi mereka bergabung di komunitas Fioretti 1 Kabanjahe.
Anggota Komunitas yang pertama adalah: Sr. Antonella Damanik sebagai Ibu Komunitas, Sr. M. Eligia Saragih sebagai penanggung jawab asrama putri Raaymarkers, Sr. M. Lydianes Sembiring, sebagai tenaga fulltimer asrama putrid an Sr. Theodora Pinem sebagai staf asrama putri dan guru TK Sint. Xaverius Kabanjahe.
14. Komunitas St Fransiskus Asisi Takengon-Aceh
Sejarah singkat
Komunitas Takengon adalah merupakan komunitas SFD yang unik. Berawal dari permintaan, anjuran Pastor Benyamin Purba Ofm Cap dan didukung oleh Pastor Elias Sembiring Ofm Cap sesuai dengan izin Uskup Mgr. Anicetus Sinaga, maka para suster SFD bersedia untuk menangani karya yang telah ada bidang pendidian (TK dan SD BUDI DHARMA ) di TAKENGON-KAB. ACEH TENGAH. Pada bulan Februari 2006, Sr.Adriana Turnip SFD, Sr.Fidelia, SFD, Sr.Martina, SFD, Sr.Bonifasia, SFD dan Sr. Meilisa, SFD. Pastor Benyamin Purba OFM. CAP juga ikut pada waktu melakukan penjajakan awal. Inilah pertama kali suster-suster SFD meninjau lokasi. Kota TAKENGON adalah daerah yang merupakan bagian dari wilayah PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSALAM (NAD).
Sesuai dengan rencana pada tanggal 19 April 2006 Sr. Meilisa Sitepu SFD memulai bertugas untuk menjejaki, mengenal lingkungan dengan mempersiapkan banyak hal dimana suster- suster SFD akan berkarya nantinya. Maka untuk memulai tugas ini Sr. Meilisa Sitepu SFD diantarkan oleh beberapa suster, yaitu: Sr. Adriana Turnip SFD, Sr. Fidelia Ginting SFD, Sr. Martina Bangun dan Sr.Theodorine Ginting SFD. Mereka menginap dirumah seorang ibu yang sudah janda, ia tinggal sendirian saja dirumahnya. Rumah itu cukup besar maka memungkinkan tempat bagi para Suster yang menginap dirumah itu. Pemilik rumah itu namanya adalah Tek Cong. Setelah satu hari kemudian rombongan yang mengantar itu kembali pulang ke Medan. Sr. Meilisa Sitepu SFD tinggal dirumah ibu Tek Cong beberapa hari. Kemudian pada hari Sabtu tanggal 15 April 2006 Sr. Ludovika Situmorang SFD datang menyusul. Mereka berdua (Sr. Meilisa Sitepu SFD & Sr.Ludovika Situmorang SFD ) tinggal dirumah ibu Tek Cong selama dua hari. Kemudian mereka berdua pindah dari rumah ibu Tek Cong pada tanggal 17 April 2006 tinggal dilokasi GEREJA KATOLIK yaitu tepatnya diruangan kelas bekas ruangan SD BUDI DHARMA TAKENGON. Tanggal 01 Mei 2006 kedua Suster tersebut mulai aktif untuk mengajar disekolah: Sr. Meilisa Sitepu SFD mengajar bahasa Inggris SD BUDI DHARMA TAKENGON dan Sr. Ludovika Situmorang SFD mengajar Agama Katolik SD BUDI DHARMA (tahun ajaran 2005/ 2006) . Setelah itu berakhir tahun pelajaran tepatnya menerima raport pada tanggal 24 Juni 2006. Dengan demikian selesailah tugas Sr. Ludovika Situmorng SFD di TAKENGON . Pada tanggal 25 Juni 2006 mereka berdua pergi ke MEDAN. Melalui pembicaraan Sr. Adriana Turnip SFD pada tanggal 30 Juni 2006 mengajak Sr. Meilisa Sitepu SFD agar kembali ke TAKENGON pada kesempatan itu Sr. M. Vianny Tarigan SFD pun ikut serta ke TAKENGON. Dengan tujuan, supaya secara resmi memberitahukan kehadiran para Suster SFD.
Mengundang pengurus GEREJA KATOLIK dan umat stasi St. Petrus TAKENGON untuk menghadiri pemberkatan rumah Suster dan pemberkatan Kapel Suster yang akan diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2006. Alamat rumah Suster adalah JL.MESS TIME RUANG NO. 7 DESA KEMILI KEC. BEBESEN - TAKENGON
Dengan ini komunitas ST. FRANSISKUS TAKENGON resmi berdiri pada tanggal 8 Juli 2006. Peresmian itu diawali acara pemberkatan rumah dan pemberakatan Tabernakel oleh Romo Sebastian Eka Bakti Sutapa Pr. dan P. Karolus Sembiring OFMCap. Acara peresmian dihadiri oleh pimpinan SFD Sr. Adriana Turnip SFD, Sr. Fidelia Ginting SFD dan para Suster Ibu Komunitas yang ada di Sumatera Utara. Juga ikut serta pengurus GEREJA KATOLIK, umat stasi di TAKENGON dan masyarakat setempat/tetangga.
Anggota Komunitas ada tiga (3) orang Suster yang menjadi ‘perintis’ di TAKENGON, yaitu: Sr.Silvia Sembiring SFD (Piko), Sr.Theodorine Ginting SFD dan Sr. Meilisa Sitepu SFD. Selanjutnya suster-suster yang bertugaspun sudah silih berganti di komunitas TAKENGON sampai saat ini.
Visi
Komunitas tempat kasih persaudaraan beriman yang melayani semua orang seturut teladan Bapa Santo Fransiskus Asissi
Misi
Menjawab tantangan zaman dengan menyentuh semakin banyak orang lewat pelayanan dan pewartaan seturut teladan Yesus Kristus melalui pendidikan di tengah kaum muslim.
Menciptakan komunitas damai melalui keheningan, disiplin diri setia, jujur dan penuh tanggungjawab.
15. Komunitas Novisiat Hati Kudus Yesus Medan
Sejarah Singkat
Proses unifikasi SFD Indonesia dimulai dari pembinaan, yaitu penggabungan novis dari kedua regio Jawa Kalimantan dan Medan Sumatera Utara. Pada tahun ajaran 1996/1997 dimulai penggabungan novis, novis tahun pertama di Novisiat San Damiano Pati dan novis tahun kedua di Komunitas Novisiat Hati Kudus Pasar Delapan Medan. Proses ini berjalan dari tahun 1996 – 2001, dan selama ini dipikirkan novisiat SFD Indonesia supaya novis I dan II tinggal satu rumah. Dengan demikian pembinaan lebih efektif dan tenaga formator lebih irit. Dalam rapat para formator dan dalam kapitel diputuskan bahwa novisiat pindah ke Jogjakarta. maka mulailah dijejaki tempat yang mendukung untuk rumah pembinaan.
Pada tahun 2002 novisiat pindah ke Jogjakarta dan tanggal 03 Oktober 2002 komunitas Novisiat ini diberkati oleh Mgr. Ignatius Suharyo. Mulai saat inilah novisiat menjadi satu dan diberi nama pelindung St. Yoseph. Maka alamat lengkap adalah: Novisiat SFD ST.Yoseph Ds. Tanjung RT.06 RW. 23 Kel. Kalitirta, Kec. Berbah, Sleman - YOGYAKARTA 55573, Telp. ( 0274 ) 497342;496336. Di Komunitas ini tinggal novis tahun pertama, novis tahun kedua, dan ada 4 postulan. Tujuan pemindahan novisiat ini adalah:
Pertama-tama untuk mendukung proses unifikasi dua region.
Mengirit tenaga formator di novisiat.
Supaya dekat dengan biara pusat.
Lebih sentral dari Sumatera, Kalimantan dan Jawa.
Mengharapkan tumbuhnya benih panggilan dari Pulau Jawa.
Memudahkan mendapat tenaga pengajar.
Gereja setempat dan masyarakat menyambut dengan gembira kehadiran kita di Berbah. Para Novis terlibat di dalam hidup menggereja dan mengikuti kegiatan bermasyarakat. Para novis banyak menimba pengetahuan dan pengalaman yang membantu perkembangan mereka, juga diperkaya dalam hal budaya, spiritualitas yang beraneka macam, hal rohani, dan kerukunan masyarakat.
Dalam perjalanan dapat dilihat bahwa calon dari tahun ketahun berasal dari Sumatera. Mengingat program Novisiat yaitu stage cukup memakan biaya yang lumayan besar, disamping itu juga ternyata rumah novisiat ini struktur bangunannya kurang baik dan tanah menyimpan banyak rayap yang menggerogoti bangunan. Sekarang ini situasi bangunan sudah rapuh dan tidak nyaman lagi sebagai tempat tinggal.
Dengan situasi ini, maka ada pembicaraan dalam Pra Kapitel bahwa Noviasiat direncanakan akan pindah ke Pasar Delapan Medan, dan semua peserta Sidang setuju dengan pembicaraan ini. Mari kita diskusikan lebih lanjut.
Visi :
Komunitas pembinaan untuk membangun persaudaraan dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang.
Misi:
Siap dan terbuka untuk diantar masuk dalam hidup religius SFD yang memiliki iman yang benar dan berkepribadian dewasa dengan:
Yakin bahwa Tuhan adalah penopang hidup dalam persekutuan
Rela menjadi yang paling dina
Rela mengadakan pembaharuan
Rela menanggung kesulitan-kesulitan
Saling mendekati penuh kerahiman
Saling melayani dalam segala kebutuhan
Peka terhadap kebutuhan lingkungan
16. Komunitas Mary Home - Berastagi – Raya
Sejarah singkat
Berawal dari Keputusan Kapitel Umum ke- 3 SFD Indonesia Juli 2015 di bidang Harta Benda:
“Rehab Klinik dan pembukaan Apotik di Kabanjahe diserahkan kepada MU /DU yang baru”
Karya kesehatan di Kabanjahe untuk pengembangan Klinik Bhakti Murni Kabanjahe, maka Ministra Umum dan Dewannya menjajagi kemungkinan untuk dikembangkan di sekitar komunitas. Namun ternyata untuk pengrmbangan klinik tidak mungkin lagi karena permasalahan pembuangan limbah dan tidak mungkin lagi ditambah gedung bangunan untuk meningkatkan fasilitas Klinik di tempat tersebut.
Dalam situasi yang harus memikirkan pengembangan ruang- ruang klinik Kabanjahe ada tawaran dari Bapak Karo- karo pemilik eks Akademi Keperawatan Takasima yang akan menjual sebuah tanah dan bangunan tersebut dengan harga murah karena tidak sanggup beroperasional lagi. Maka setelah mencari informasi dari berbagai pihak (Pastor Paroki Berastagi, Dewan Paroki, dan Dinas Kesehatan setempat yang sangat mendukung kehadiran para suster SFD) dan dikonsultasikan kepada Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Anisetus B. Sinaga OFMCap, juga para Ministra Komunitas dan Dewan Komunitas wilayah Sumatera Utara diputuskan dalam rapat Ministra Umum dan Dewan Umum untuk membeli tanah dan bangunan tersebut guna pengembangan klinik Bhakti Murni Kabanjahe karena letaknya yang sangat strategis.
Bersama Bapak Nainggolan dari CV Dian Nusantara Medan akhirnya direncanakan tempat pertemuan yang nyaman, klinik rawat inap, dan untuk wisma lansia bagi umum dengan merehab ruangan- ruangan kelas menjadi kamar- kamar, ruang doa, dan kelengkapan komunitas. Klinik yang direncanakan ini merupakan pengembangan Klinik Bhakti Murni Kabanjahe. Pemberian nama “Susteran Mary Home” mengacu pada Komunitas Maria Ratu Damai Kabanjahe tetap mengambil nama Maria dan Bunda Maria sebagai pelindung komunitas Mary Home- Berastagi- Raya.
Pada tanggal 21 Januari 2019 pemberkatan Klinik dan Komunitas Mary Home oleh Mgr Anisetus B. Sinaga OFMCap dihadiri oleh para suster SFD, para guru dan anak- anak yang mendukung dalam pentas seni, Dinas Kesehatan terkait, Pastor Paroki Berastagi, umat wilayah juga pemuka umat di sekitar daerah itu.
Sekarang sudah digunakan untuk pertemuan- pertemuan para suster sembari melanjutkan pembangunan untuk wisma lansia dan penambahan ruangan- ruangan untuk keperluan pertemuan.
Video
/fa-clock-o/ TRENDING$type=list
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
Pembaharuan Kaul Inti hidup membiara atau hidup berkaul adalah kita ingin menyerahkan diri penuh kepada Tuhan yang telah memanggi...
-
Sejarah Lahirnya SFD di Dongen Kongregasi Suster-Suster Fransiskanes Dongen mulai terbentuk akibat Revolusi Perancis pada tahun 1789...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...
RECENT WITH THUMBS$type=blogging$m=0$cate=0$sn=0$rm=0$c=4$va=0
RECENT$type=list-tab$date=0$au=0$c=5
REPLIES$type=list-tab$com=0$c=4$src=recent-comments
RANDOM$type=list-tab$date=0$au=0$c=5$src=random-posts
/fa-fire/ YEAR POPULAR$type=one
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...
COMMENTS